Tidak mudah memang membangun demokrasi. Sinyalemen adanya upaya suap di MK tentu sangat mengkhawatirkan banyak pihak, hal ini mengingat rakyat Indonesia sudah terlanjur menaruh harapan banyak kepada lembaga ini. Seperti yang kita tahu, salah satu tiang penyangga utama pembangunan demokrasi adalah aturan hukum yang pasti dan adil. dan MK adalah lembaga yanag diharapakan menjadi penopang utama pengakan hukum itu.
MK memang memiliki kewenangan untuk menafsirkan Konstitusi dan Undang-undang berdasarkan konstitusi juga. Sedang kita tahu aturan aturan dalam konstitusi masih sangat bersifat umum, sehingga wilayah kerja MK juga menjadi sangat luas dan terbuka. Namun kecenderungan yang terjadi di MK belakangan ini menurut pandangan subjektif saya justru sering melahirkan ketidak pastian hukum. Dengan dalih sebagai pengawal konsitusi, MK justru mendeklair dan mengajari kita untuk tidak terpasung pada bunyi pasal-pasal dalam undang undang dan karenanya MK boleh membuat "ïmprovisasi hukum" atas nama kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan ala MK. Nampaknya MK merasa diberi wewenang mutlak oleh undang-undang untuk membuat improvisasi itu berdasar konstitusi. Sebagai contoh adalah dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), sekalipun dalam hal itu undang-undang bahkan MK sendiri telah membuat aturan rinci kriteria PHPU yang dapat diadili oleh MK di PMK Nomor 15 tahun 2008, namun sering kali MK sendiri yang justru melanggarnya dan tidak konsisten menarapkannya. Sehingga ada perkara-perkara yang tidak masuk dalam kategori PHPU berdasarkan ketentuan itu tetap lolos dari pemeriksaan awal dan diakomodir oleh majelis hakim MK.
Dalam beberapa pertimbangan putusan PHPU, MK tidak konsiten menggunakan aturan di atas, kadang lantang dan tegas aturan itu di pakai dasar sehingga perkara dinyatakan tidak dapat diterima, namun juga kadang seolah lupa bahwa PHPU memiliki kriterian tertentu, saya menilai terjadi ambivalensi di sini. Maka saking bebasnya MK membuat dan menggunakan tafsiran hukum ala MK, Media Indonesia menggambarkan hanya TUHAN yang bisa mengontrol MK. Singkat kata, terlepas dari segala capaian MK yang spektakuler dan patut kita hargai, namun sekedar tambahan menurut saya, kalaulah dalam menerapkan peraturan, MK boleh diibaratkan sebagai kendaraan bajai, maka hanya sopir bajai dan Tuhan lah yang tahu kapan bajai belok dan berhenti, maka berhati hatilah kalau kita berjalan di belakangnya. Berbayakah situasi ini ?, mengingat MK adalah milik kita, mari kita renungkan bersama dan beri masukan untk kemajuan MK kedepan.