Blog ini berisi pendapat dan pemikiran pribadi yang sangat terbuka untuk dikritisi
Senin, 22 Agustus 2011
www.hukumonline.com/pusatdata/download/fl24594/parent/12129
www.hukumonline.com/pusatdata/download/fl24594/parent/12129
Kamis, 18 Agustus 2011
Saat Negarawan Bicara Saat itu pula Rakyat Merasa Negara ini Ada
Haruskah Ketua MK jadi “Sahabat Sepi” ?
Oleh : Junaidi Albab Setiawan
Menjelang berakhirnya masa jabatan Mahfud MD sebagai Ketua MK pada tanggal 18 Agustus besok, sekalangan orang sudah mulai mewanti wanti agar siapapun yang terpilih menjadi Ketua MK kelak tidak terjebak dalam konstalasi politik menjelang tahun 2014.
Menurut mereka, sekali Ketua MK terjebak dalam permainan politik maka akan mengancam posisi MK sebagai pengawal konstitusi dan penjaga proses demokrasi. Dimata mereka Ketua MK harus menjaga jarak dengan hingar bingar politik, jika masuk di dalamnya maka konsekwensinya adalah kepada delegitimasi terhadap lembaga tinggi negara simbul konstitusi itu.
Anjuran ini juga diperkuat oleh pendapat lain yang bahkan lebih tegas lagi, dengan menyarankan sebaiknya sosok Ketua MK adalah orang yang kalem, tidak banyak bicara, berwibawa dan harus siap menjadi "sahabat sepi".
Pendapat semacam ini sesungguhnya bisa dibaca sebagai respon dan ketidak setujuan terhadap sepak terjang Ketua MK Mahfud MD belakangan ini. Mahfud MD yang diangkat sebagai Ketua MK 3 tahun yang lalu, mereka nilai sebagai sosok yang terlalu banyak bicara dan terlalu aktif mengomentari hal-hal diluar pakem bidang tugasnya sebagai hakim MK.
Mahfud MD memang dikenal sebagai sosok yang terbuka dan gemar melontarkan berbagai pendapat atas berbagai periswa hukum, politik dan kenegaraan yang terjadi di negeri ini melalui media. Mahfud juga termasuk giat dalam membongkar kebobrokan yang terjadi di depan matanya, sekalipun langkahnya akan memakan korban orang MK sendiri. Hal ini terbukti dalam perkara “pemalsuan surat MK” yang menyerempet nama beberapa orang staf dan seorang mantan hakim konstitusi koleganya di MK
Dalam kurun waktu kepemimpinannya juga kerap terjadi berbagai kontroversi yang mendapat apresiasi positif dari masyarakat. Sebagai contoh adalah peristiwa pemutaran hasil sadapan KPK dalam sidang perkara “Cicak Buaya” atas nama “keadilan substansial” yang menggegerkan segenap rakyat karena membuka mata adanya “pat gulipat” dalam penegakkan hukum. Langkahnya ini belakangan justru direspon oleh pemerintah dan DPR dengan Undang-undang MK baru yang membatasi putusan bersifat “ultra petita” (melebihi permohonan) yang berarti menutup pintu bagi tegaknya hukum subtansial.
Selain dekat dengan pers, Mahfud MD juga adalah orang yang sangat dekat dengan kalangan kampus dan ulama/agamawan. Hampir disebagian besar waktu luangnya digunakan untuk berkeliling ke segenap penjuru negeri berceramah dari kampus ke kampus, mengunjungi sekolah-sekolah, pondok-pondok pesantren, masjid-masjid dan sekolah-sekolah yang akan melahirkan calon pemimpin pemimpin agama lainnya.
Nampak dari aktivitasnya ini ada kesadaran bahwa tugas MK memerlukan dukungan dari pers, akademisi dan ulama. Setidaknya pers, akademisi dan ulama dipandangnya memiliki posisi strategis sebagai agen perubahan karena posisinya yang bisa langsung masuk ke jantung masyarakat, sehingga akan sangat meringankan tugas MK. Pada saat demikianlah seringkali muncul pernyataan-pernyataan yang oleh sekalangan orang dianggap kontroversial dan “mengancam” kebesaran MK.
MK Lembaga Tinggi Negara Baru
Jika ditilik dari sejarahnya, MK lahir tanggal 13 Agustus 2003, hari dimana UU Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi disahkan dalam suatu sidang Paripurna DPR dan pada hari yang sama langsung ditandatangani oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dan dimuat dalam Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316. Sehingga dengan usianya yang baru 8 tahun dengan kedudukannya sebagai lembaga tinggi negara strategis dengan tugas khusus mengawal konstitusi dan demokratisasi sebagaimana dicita-citakan oleh Imanuel Kant dahulu, maka MK harus banyak memperkenalkan dirinya kepada Rakyat dengan sosialisasi intensif atas peran-peran besar yang diemban MK. Saat ini rasa-rasanya belum waktunya bagi siapapun ketua MK untuk hanya duduk dibelakang meja dan mengagumi kebesarannya sebagai negarawan sebagaimana diunugerahkan oleh undang-undang.
Tugas demikian tentu tidak dapat dijalankan dengan hanya diam menunggu perkara dan memutusnya secara konvensional. Tugas semacam ini harus dibarengi dengan keberanian untuk melakukan evaluasi dari waktu ke waktu, sejauh mana masyarakat telah memahami peran dan fungsi serta manfaat kehadiran MK. Ketua MK harus berani mendengar langsung dari segenap rakyat Indonesia, apa tanggapan rakyat terhadap putusan MK dan apakah putusan itu dapat dijalankan dengan penuh kesadaran. Sedang terhadap lembaga tinggi negara lainnya MK juga harus mampu berdiri sebagai rambu-rambu hidup yang mengingatkan sekaligus meluruskan jika terjadi “penyimpangan” dalam praktek menjalankan negara. Hal ini penting mengingat putusan MK sangat berkaitan dengan masalah-masalah kenegaraan yang dengan sendirinya meliputi pula berbagai kepentingan politik dari berbagai komponen bangsa.
Sesungguhnya perilaku dan sepak terjang Hakim MK sudah diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 02/PMK/2003 tentang Kode Etik dan Pedoman tingkah laku Hakim Konstitusi. Hakim MK harus menjunjung tinggi dan mematuhi sumpah jabatan yang telah diucapkan, serta melaksanakan tugas dengan jujur dan adil, penuh pengabdian dan penuh rasa tanggung jawab kepada diri sendiri, masyarakat, bangsa, negara, dan Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu hakim MK harus menjauhkan diri dari perbuatan tercela dan menjaga wibawa selaku negarawan pengawal konstitusi, yang bebas dari pengaruh manapun (independen), arif dan bijaksana, serta tidak memihak (imparsial) dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Inilah yang semestinya menjadi acuan dalam menilai sepak terjang hakim MK dan bahkan Ketua MK, sepanjang apa yang dilakukan dan apa yang dikatakan ketua MK baik di dalam maupun diluar mahkamah tidak melanggar acuan ini mengapa kita harus khawatir.
Didalam kode etik juga diatur bahwa hakim MK harus selalu memperdalam dan memperluas penguasaan ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan tugas sebagai Hakim Konstitusi, untuk digunakan dalam proses penyelesaian perkara dengan setepat-tepatnya dan seadil-adilnya sesuai dengan kewenangan dan kewajiban yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dan kita tahu bahwa ilmu pengetahuan semacam ini tidak hanya ada di buku-buku dan undang-undang belaka, namun justru akan semakin kaya ilmu jika ketua MK berani mendengar langsung dan mengamati kehidupan kenegaraan dari sumbernya yakni segenap rakyat Indonesia.
Demi melihat posisi MK sebagai lembaga baru dengan misi besar yang lahir pasca reformasi maka MK memerlukan sosialisasi intensif agar difahami misinya, sehingga memerlukan ketua yang energik, dinamis dan tidak pelit ilmu dan berani memastikan bahwa misi MK benar benar difahami betul oleh segenap rakyat dari kalangan manapun.
Agen yang cukup strategis untuk meneruskan informasi ini adalah melalui kampus, pers dan kegiatan keagamaan. Disinilah ketua MK sebagai representasi lembaga tinggi negara tidak terbuai oleh “ketinggiannya”. Ketua MK wajib turun gunung, menjadi corong MK berkomunikasi secara langsung dengan berbagai kalangan. Dengan membuat tulisan-tulisan di jurnal-jurnal ilmiah, melakukan khutbah jumat, melakukan ceramah-ceramah dalam acara-acara resmi kenegaraan dan jika perlu bahkan dalam acara acara tidak resmi seperti memberi nasehat perkawinan sekalipun seperti yang dilakukan oleh Mahfud MD. Dari situlah pesan, visi dan misi MK yang menjadikan masyarakat menjadi semakin tahu dengan segala seluk beluk kenegaraan mudah disisipkan. Dari situ juga maka rakyat menjadi tahu bahwa hakim MK benar benar tahu dan bukan terkesan tahu, karena diam itu tidak selamanya emas. Sikap “jaim” (jaga image) membuat masyarakat justru menjadi gelap dengan kwalitas hakim-hakim MK dan akibatnya justru akan melahirkan jarak antara MK dengan rakyat, karena rakyat tidak merasa memiliki.
Jangan lupa bahwa untuk kemajuannya, MK sangat membutuhkan masukan dari tangan pertama yakni segenap rakyat Indonesia, mereka yang akan melakukan evaluasi terhadap kinerja MK dalam mengemban tugas konstitusi. Seberapa bernilaikah produk produk putusan MK dapat diterima masyarakat dan segi segi manakah yang masih terkendala dan bahkan sulit diterapkan harus diketahui persis oleh MK demi kemajuannya ke depan. Tanpa langkah langkah yang membumi maka MK tidak akan pernah tahu dimanakah sesungguhnya saat ini MK berdiri.
Dan tugas demikian tidak akan dapat dijalankan oleh seorang ketua MK yang bersahabat dengan sepi. Justru untuk saat ini sosok Mahfud MD adalah sosok tepat untuk memimpin MK dan parameternya sederhana saja, “pada saat negarawan bicara saat itu pula rakyat merasa negara ini ada”.
Oleh : Junaidi Albab Setiawan
Menjelang berakhirnya masa jabatan Mahfud MD sebagai Ketua MK pada tanggal 18 Agustus besok, sekalangan orang sudah mulai mewanti wanti agar siapapun yang terpilih menjadi Ketua MK kelak tidak terjebak dalam konstalasi politik menjelang tahun 2014.
Menurut mereka, sekali Ketua MK terjebak dalam permainan politik maka akan mengancam posisi MK sebagai pengawal konstitusi dan penjaga proses demokrasi. Dimata mereka Ketua MK harus menjaga jarak dengan hingar bingar politik, jika masuk di dalamnya maka konsekwensinya adalah kepada delegitimasi terhadap lembaga tinggi negara simbul konstitusi itu.
Anjuran ini juga diperkuat oleh pendapat lain yang bahkan lebih tegas lagi, dengan menyarankan sebaiknya sosok Ketua MK adalah orang yang kalem, tidak banyak bicara, berwibawa dan harus siap menjadi "sahabat sepi".
Pendapat semacam ini sesungguhnya bisa dibaca sebagai respon dan ketidak setujuan terhadap sepak terjang Ketua MK Mahfud MD belakangan ini. Mahfud MD yang diangkat sebagai Ketua MK 3 tahun yang lalu, mereka nilai sebagai sosok yang terlalu banyak bicara dan terlalu aktif mengomentari hal-hal diluar pakem bidang tugasnya sebagai hakim MK.
Mahfud MD memang dikenal sebagai sosok yang terbuka dan gemar melontarkan berbagai pendapat atas berbagai periswa hukum, politik dan kenegaraan yang terjadi di negeri ini melalui media. Mahfud juga termasuk giat dalam membongkar kebobrokan yang terjadi di depan matanya, sekalipun langkahnya akan memakan korban orang MK sendiri. Hal ini terbukti dalam perkara “pemalsuan surat MK” yang menyerempet nama beberapa orang staf dan seorang mantan hakim konstitusi koleganya di MK
Dalam kurun waktu kepemimpinannya juga kerap terjadi berbagai kontroversi yang mendapat apresiasi positif dari masyarakat. Sebagai contoh adalah peristiwa pemutaran hasil sadapan KPK dalam sidang perkara “Cicak Buaya” atas nama “keadilan substansial” yang menggegerkan segenap rakyat karena membuka mata adanya “pat gulipat” dalam penegakkan hukum. Langkahnya ini belakangan justru direspon oleh pemerintah dan DPR dengan Undang-undang MK baru yang membatasi putusan bersifat “ultra petita” (melebihi permohonan) yang berarti menutup pintu bagi tegaknya hukum subtansial.
Selain dekat dengan pers, Mahfud MD juga adalah orang yang sangat dekat dengan kalangan kampus dan ulama/agamawan. Hampir disebagian besar waktu luangnya digunakan untuk berkeliling ke segenap penjuru negeri berceramah dari kampus ke kampus, mengunjungi sekolah-sekolah, pondok-pondok pesantren, masjid-masjid dan sekolah-sekolah yang akan melahirkan calon pemimpin pemimpin agama lainnya.
Nampak dari aktivitasnya ini ada kesadaran bahwa tugas MK memerlukan dukungan dari pers, akademisi dan ulama. Setidaknya pers, akademisi dan ulama dipandangnya memiliki posisi strategis sebagai agen perubahan karena posisinya yang bisa langsung masuk ke jantung masyarakat, sehingga akan sangat meringankan tugas MK. Pada saat demikianlah seringkali muncul pernyataan-pernyataan yang oleh sekalangan orang dianggap kontroversial dan “mengancam” kebesaran MK.
MK Lembaga Tinggi Negara Baru
Jika ditilik dari sejarahnya, MK lahir tanggal 13 Agustus 2003, hari dimana UU Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi disahkan dalam suatu sidang Paripurna DPR dan pada hari yang sama langsung ditandatangani oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dan dimuat dalam Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316. Sehingga dengan usianya yang baru 8 tahun dengan kedudukannya sebagai lembaga tinggi negara strategis dengan tugas khusus mengawal konstitusi dan demokratisasi sebagaimana dicita-citakan oleh Imanuel Kant dahulu, maka MK harus banyak memperkenalkan dirinya kepada Rakyat dengan sosialisasi intensif atas peran-peran besar yang diemban MK. Saat ini rasa-rasanya belum waktunya bagi siapapun ketua MK untuk hanya duduk dibelakang meja dan mengagumi kebesarannya sebagai negarawan sebagaimana diunugerahkan oleh undang-undang.
Tugas demikian tentu tidak dapat dijalankan dengan hanya diam menunggu perkara dan memutusnya secara konvensional. Tugas semacam ini harus dibarengi dengan keberanian untuk melakukan evaluasi dari waktu ke waktu, sejauh mana masyarakat telah memahami peran dan fungsi serta manfaat kehadiran MK. Ketua MK harus berani mendengar langsung dari segenap rakyat Indonesia, apa tanggapan rakyat terhadap putusan MK dan apakah putusan itu dapat dijalankan dengan penuh kesadaran. Sedang terhadap lembaga tinggi negara lainnya MK juga harus mampu berdiri sebagai rambu-rambu hidup yang mengingatkan sekaligus meluruskan jika terjadi “penyimpangan” dalam praktek menjalankan negara. Hal ini penting mengingat putusan MK sangat berkaitan dengan masalah-masalah kenegaraan yang dengan sendirinya meliputi pula berbagai kepentingan politik dari berbagai komponen bangsa.
Sesungguhnya perilaku dan sepak terjang Hakim MK sudah diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 02/PMK/2003 tentang Kode Etik dan Pedoman tingkah laku Hakim Konstitusi. Hakim MK harus menjunjung tinggi dan mematuhi sumpah jabatan yang telah diucapkan, serta melaksanakan tugas dengan jujur dan adil, penuh pengabdian dan penuh rasa tanggung jawab kepada diri sendiri, masyarakat, bangsa, negara, dan Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu hakim MK harus menjauhkan diri dari perbuatan tercela dan menjaga wibawa selaku negarawan pengawal konstitusi, yang bebas dari pengaruh manapun (independen), arif dan bijaksana, serta tidak memihak (imparsial) dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Inilah yang semestinya menjadi acuan dalam menilai sepak terjang hakim MK dan bahkan Ketua MK, sepanjang apa yang dilakukan dan apa yang dikatakan ketua MK baik di dalam maupun diluar mahkamah tidak melanggar acuan ini mengapa kita harus khawatir.
Didalam kode etik juga diatur bahwa hakim MK harus selalu memperdalam dan memperluas penguasaan ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan tugas sebagai Hakim Konstitusi, untuk digunakan dalam proses penyelesaian perkara dengan setepat-tepatnya dan seadil-adilnya sesuai dengan kewenangan dan kewajiban yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dan kita tahu bahwa ilmu pengetahuan semacam ini tidak hanya ada di buku-buku dan undang-undang belaka, namun justru akan semakin kaya ilmu jika ketua MK berani mendengar langsung dan mengamati kehidupan kenegaraan dari sumbernya yakni segenap rakyat Indonesia.
Demi melihat posisi MK sebagai lembaga baru dengan misi besar yang lahir pasca reformasi maka MK memerlukan sosialisasi intensif agar difahami misinya, sehingga memerlukan ketua yang energik, dinamis dan tidak pelit ilmu dan berani memastikan bahwa misi MK benar benar difahami betul oleh segenap rakyat dari kalangan manapun.
Agen yang cukup strategis untuk meneruskan informasi ini adalah melalui kampus, pers dan kegiatan keagamaan. Disinilah ketua MK sebagai representasi lembaga tinggi negara tidak terbuai oleh “ketinggiannya”. Ketua MK wajib turun gunung, menjadi corong MK berkomunikasi secara langsung dengan berbagai kalangan. Dengan membuat tulisan-tulisan di jurnal-jurnal ilmiah, melakukan khutbah jumat, melakukan ceramah-ceramah dalam acara-acara resmi kenegaraan dan jika perlu bahkan dalam acara acara tidak resmi seperti memberi nasehat perkawinan sekalipun seperti yang dilakukan oleh Mahfud MD. Dari situlah pesan, visi dan misi MK yang menjadikan masyarakat menjadi semakin tahu dengan segala seluk beluk kenegaraan mudah disisipkan. Dari situ juga maka rakyat menjadi tahu bahwa hakim MK benar benar tahu dan bukan terkesan tahu, karena diam itu tidak selamanya emas. Sikap “jaim” (jaga image) membuat masyarakat justru menjadi gelap dengan kwalitas hakim-hakim MK dan akibatnya justru akan melahirkan jarak antara MK dengan rakyat, karena rakyat tidak merasa memiliki.
Jangan lupa bahwa untuk kemajuannya, MK sangat membutuhkan masukan dari tangan pertama yakni segenap rakyat Indonesia, mereka yang akan melakukan evaluasi terhadap kinerja MK dalam mengemban tugas konstitusi. Seberapa bernilaikah produk produk putusan MK dapat diterima masyarakat dan segi segi manakah yang masih terkendala dan bahkan sulit diterapkan harus diketahui persis oleh MK demi kemajuannya ke depan. Tanpa langkah langkah yang membumi maka MK tidak akan pernah tahu dimanakah sesungguhnya saat ini MK berdiri.
Dan tugas demikian tidak akan dapat dijalankan oleh seorang ketua MK yang bersahabat dengan sepi. Justru untuk saat ini sosok Mahfud MD adalah sosok tepat untuk memimpin MK dan parameternya sederhana saja, “pada saat negarawan bicara saat itu pula rakyat merasa negara ini ada”.
Kamis, 04 Agustus 2011
DAMPAK BADAI NAZARUDIN TERHADAP INVESTOR PASAR MODAL
Oleh : Junaidi Albab Setiawan
Hiruk pikuk diseputar informasi (bbm, sms, skype) dari M. Nazaruddin mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, membuat banyak orang menjadi terperangah, bingung dan sekaligus prihatin. Jika informasi ini benar maka informasi itu setidaknya telah membawa masyarakat kita semakin faham dan tersadar betapa selama ini negeri ini dijalankan dengan cara-cara pat-gulipat penuh kebohongan dan kepura-puraan oknum penguasa, politisi dan pengusaha.
Tulisan ini akan membahas satu pelajaran lagi dari M. Nazaruddin yang bisa dipetik dalam gonjang-ganjing itu adalah disebutnya nama dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah go publik yakni PT. Adhi Karya (persero) Tbk (ADHI) dan PT. Wijaya Karya (persero) Tbk (WIKA) dalam pusaran badai politik itu. Keduanya dikabarkan konon telah melakukan penyuapan untuk memenangkan tender proyek APBN berupa komplek olahraga terpadu di desa Hambalang. Sekalipun praktek buruk oleh dan terhadap BUMN semacam ini sering terdengar, namun ibarat (maaf) “kentut”, ada baunya tapi tidak pernah diketahui siapa pelakunya.
Peristiwa ini tentu sangat mengkhawatirkan dan dapat menimbulkan keraguan di kalangan Investor dan pada saatnya nanti berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan Investor kepada Pasar Modal serta mengganggu perekonomian nasional. Hal ini mengingat Pasar Modal adalah bisnis yang berbasis kepada kepercayaan.
PERILAKU PERSEROAN TERBUKA (Tbk)
Informasi penting (material) tentang tuduhan keterlibatan dua buah perusahaan persero yang telah go publik (Terbuka) dan telah mencatatkan sahamnya untuk diperjualbelikan di Pasar Modal yakni PT. Adhi Karya (persero) Tbk dan PT. Wijaya Karya (persero) Tbk dalam skandal politik ini, adalah informasi yang cukup sensitif bagi para pelaku pasar utamanya Investor. Informasi yang tersiar di media mengabarkan bahwa kedua perseroan itu telah memberikan suap ratusan milyar rupiah, yang kemudian dipergunakan untuk membiayai perebutan ketua umum sebuah partai.
Mengingat kedua perusahaan tersebut adalah perseroan terbuka yang telah go publik dan mencatatkan sahamnya untuk diperjual belikan di Pasar Modal (Emiten), maka sekalipun informasi ini belum pasti kebenarannya, informasi ini termasuk informasi material yang pantas menjadi peringatan dini sekaligus petunjuk kepada setiap pelaku dan penyelenggara dan pengawas Pasar Modal, terutama Investor dan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Mendengan informasi ini semestinya BAPEPAM segera mengambil tindakan proaktif berdasarkan kewenangannya untuk memperjelas kebenaran informasi itu. Tindakan ini sangat penting diambil untuk melindungi kepentingan Investor.
Jika informasi itu benar, maka yang patut dipertanyakan adalah dari manakah dana suap itu bersumber?. Investor harus mendapatkan jawaban dari pertanyaan ini, apakah dana itu milik sendiri, pihak ketiga atau dari sumber lain. Jawaban atas pertanyaan ini akan membawa konsekwensi yang luas kepada perusahaan Tbk, sekaligus untuk menguji apakah laporan keuangan yang selama ini disajikan oleh Emiten kepada investor telah benar. Karena Investor harus dilindungi dari pemberian Informasi semu atau bahkan palsu.
Informasi adalah menu sehari-hari di pasar modal. Tanpa adanya informasi pasar modal bisa jadi akan mandek. Sebab, dengan tidak adanya informasi berarti tidak ada faktor yang menggerakkan ekspektasi investor. Berkat informasilah, ekspektasi investor terbentuk. Dari sana investor mengambil keputusan. Jenis informasi itu bermacam-macam, mulai dari yang ringan hingga yang berat dan yang wajib hingga yang bebas. Dari informasi seputar perusahaan hingga informasi yang bersifat makro, baik ekonomi maupun politik.
Informasi keterbukaan (full disclosure) dari Emiten bersifat wajib karena diperintah Undang-undang. Dilain pihak BAPEPAM selaku pengawas wajib menjaga bahwa para Emiten telah menyajikan informasi kepada investor secara jujur. Informasi yang menyesatkan sangat berbahaya bagi Pasar Modal karena mengancam keberlangsungan Pasar Modal, mengingat bisnis Pasar Modal adalah bisnis kepercayaan dimana keterbukaan informasi menjadi kata kunci.
Pasal 90 Undang-undang Pasar Modal mengatur : “Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung : a. menipu atau mengelabui Pihak Lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apapun; b. turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan c. membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual efek”.
Perlu diketahui bahwa PT. Adhi Karya (Persero) Tbk adalah Perseroan Terbatas Terbuka, Kiprah ADHI dimulai sejak 11 Maret 1960 saat Menteri Pekerjaan Umum menetapkan Architecten-Ingenicure-en Annnemersbedrijf “Associatie Selle en de Bruyn, Reyerse en de Vries N.V.” (Associatie N.V.), salah satu perusahaan milik Belanda yang dinasionalisasi, menjadi PN Adhi Karya. Nasionalisasi ini ditujukan untuk memacu pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Status ADHI berubah menjadi sebuah Perseroan Terbatas pada tanggal 1 Juni 1974 dan telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman. ADHI 100% dimiliki oleh Negara Republik Indonesia sampai pada akhir tahun 2003 saat Negara Republik Indonesia melalui Menteri Negara BUMN, selaku Kuasa Pemegang Saham, melepas 49% kepemilikannya atas saham ADHI untuk ditawarkan kepada masyarakat melalui Initial Public Offering (IPO). Keputusan tersebut diikuti oleh pendaftaran saham ADHI di Bursa Efek Jakarta (sekarang BEI) yang sekaligus menjadikan ADHI sebagai BUMN konstruksi pertama yang terdaftar pada bursa. (Sumber : Web resmi ADHI)
Sedangkan WIKA dibentuk dari proses nasionalisasi perusahaan Belanda bernama Naamloze Vennotschap Technische Handel Maatschappij en Bouwbedijf Vis en Co. atau NV Vis en Co. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1960 dan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (PUTL) No. 5 tanggal 11 Maret 1960, dengan nama Perusahaan Negara Bangunan Widjaja Karja. Kegiatan usaha WIKA pada saat itu adalah pekerjaan instalasi listrik dan pipa air. Pada awal dasawarsa 1960-an. WIKA melakukan penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO) pada tanggal 27 Oktober 2007 di Bursa Efek Indonesia (saat itu bernama Bursa Efek Jakarta). Pada IPO tersebut, WIKA melepas 28,46 persen sahamnya ke publik, sehingga pemerintah Republik Indonesia memegang 68,42 persen saham, sedangkan sisanya dimiliki oleh masyarakat, termasuk karyawan, melalui Employee/Management Stock Option Program (E/MSOP), dan Employee Stock Allocation (ESA). (Sumber Web Resmi WIKA).
Dengan statusnya sebagai perusahaan publik (Tbk), Kedua Emiten ini harus menunjukkan kekususan perilaku yang tidak semata mata mengejar untung (profit oriented) sebagaimana layaknya badan usaha, namun keduanya harus berperilaku sebagai sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Terbuka (Tbk) sekaligus berstatus Persero yang memiliki misi sosial mengawal ekonomi bangsa, hal itu terkait kepemilikan negara di dalamnya (ADHI : saham negara 52,28 % WIKA saham negara 68,41855 %), sehingga keduanya wajib memberikan teladan dalam menjalankan bisnis yang beretika sesuai rambu-rambu perusahaan publik di bawah pengawasan BAPEPAM dan kementerian BUMN.
Dari keterbukaan informasi yang diterbitkan BEI, Jumat (22/5/11), menjelaskan bahwa Dua perusahaan konstruksi PT. Adhi Karya (Persero) Tbk dan PT. Wijaya Karya (persero) Tbk merupakan penggarap proyek ini. Berdasarkan Pengumuman pemenang tender, proyek Hambalang dilakukan pada 26 November 2010 dan disahkan 10 Desember 2010 senilai Rp 1,077 triliun termasuk PPN 10%. Dalam proyek yang diberi nama Adhi Wika JO ini, PT. Adhi Karya Tbk memegang 70 persen, sedangkan sisanya, sebesar 30 persen dipegang PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk.
Dari berbagai informasi yang berkembang, setidaknya sudah ditemukan beberapa fakta yang dapat digunakan dasar BAPEPAM melakukan investigasi dalam menguji kebenaran informasi yang sangat berpotensi merugikan investor dan melanggar peraturan Pasar Modal itu. Fakta pertama, benar ADHI dan WIKA adalah perseroan terbuka yang tercatat di Pasar Modal (BEI), Fakta kedua, bahwa benar kedua Emiten yakni PT. Adhi Karya (persero) Tbk dan PT. Wijaya Karya (persero) Tbk tengah mengerjakan proyek Hambalang yang bernilai triliunan rupiah dan Fakta ketiga, ditengah-tengah masyarakat beredar kabar (konon dari Nazaruddin) bahwa proyek tersebut didapatkan oleh kedua emiten tersebut secara tidak fair. Fakta Keempat, sejalan dengan fakta ketiga, adanya kesaksian di media dari para kurir dan satpam yang mengirimkan uang ke arena kongres dan menjaga uang selama kongres sebagai petunjuk, yang mengindikasikan adanya suatu transaksi yang saat ini belum ditemukan “secara hukum” dari mana sumber uangnya dan untuk menemukannya hanyalah soal waktu. Kesaksian ini dapat dielaborasi dengan kesaksian MRS di Pengadilan TIPIKOR dan Yulianis kelak.
APAKAH INFORMASI INI MATERIAL DAN BAGAIMANA SEBAIKNYA INVESTOR MENYIKAPINYA
Dari perspektif Pasar Modal apakah Informasi ini termasuk informasi material?, jawabnya tentu saja iya, karena jika informasi ini benar maka akan sangat menggoncang Pasar Modal. Informasi ini setidaknya merefleksikan tiga hal yakni : (1). Adanya nilai uang ratusan miliar milik investor BUMN/Persero/ Tbk yang disalahgunakan oleh emiten untuk pengadaan proyek, (2). Informasi ini juga mengandung tuduhan adanya penyimpangan kredibilitas dan ketidak jujuran jajaran menejemen Emiten (Direksi, Komisaris) dalam mengelola perusahaan, padahal Direksi dan Komisaris adalah orang orang kepercayaan Investor yang wajib menjunjung tinggi Good Corporate Governance (GCG) dan (3). Informasi yang selama ini disampaikan kedua emiten kepada BAPEPAM berkaitan dengan proyek ini tidak benar dan manipulatif sehingga menyesatkan (miss leading information).
Dengan situasi yang mengancam kepentingan investor ini maka semestinya investor dan BAPEPAM tidak lagi dapat berpangku tangan, pasif mengandalkan informasi sepihak dari Emiten tanpa melakukan investigasi menguji kebenarannya. Dari informasi ini maka Investor berdasarkan hak-haknya dapat meminta kepada BAPEPAM untuk menelusuri hal-hal sebagai berikut (1). Berapa sesungguhnya anggaran pembangunan yang disahkan menurut Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) di DPR dalam proyek Hambalang?, 1,2 T atau 1,5 T? (2). Bagaimana proses Tender diselenggarakan?, (3). Berapa dana yang seharusnya dan telah digelontorkan dari Kas Negara dalam rangka proyek ini?, (4). Bagaimana laporan perpajakan dari ADHI (Tbk) dan WIKA Tbk, (5). Bagaimana detail laporan keuangan ADHI (Tbk) dan WIKA (TBK) kepada BAPEPAM.
Mengapa BAPEPAM harus pro aktif, karena BAPEPAM adalah pengawas, dengan fungsi ini BAPEPAM dapat mewujudkan tujuan penciptaan kegiatan pasar modal yang teratur wajar, efisien, serta mengawasi dan melindungi kepentingan investor dari malpraktik di pasar modal.
Pasal 5 huruf E Undang-undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995, mengatur bahwa BAPEPAM berwenang : “mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Pihak dalam hal terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang dan atau peraturan pelaksanaanya”.
Sedangkan Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 1995 mengatur bahwa “Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lain yang dilakukan oleh Pemeriksa untuk membuktikan ada atau tidak adanya pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal”. Dari pasal ini tersirat bahwa pemeriksaan BAPEPAM tidak perlu menunggu ada yang salah apalagi harus menunggu kepulangan M. Nazarudin.
Pasal 2 (2) Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 1995 mengatur bahwa “Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dapat dilakukan dalam hal terdapat petunjuk tentang terjadinya pelanggaran atas perundang-undangan di bidang Pasar Modal”.
Karena di mata siapapun sangatlah naif jika pada suatu perseroan terbuka yang sekaligus BUMN, terdapat pergerakan uang bernilai ratusan milyar yang tidak ada rekam jejaknya.
Dengan terjawabnya pertanyaan-pertanyaan di atas berdasarkan penelitian dan pemeriksaan yang profesional dan transparan, maka hasil pemeriksaan BAPEPAM akan menjawab kegamangan Investor yang pada gilirannya akan berdampak kepada kepastian hukum dan akan mendongkrak tingkat kepercayaan Investor kepada Pasar Modal.
BAGAIMANA MENYIKAPINYA
Saat ini BAPEPAM terkesan pasif dan cenderung menunggu, oleh karenanya Investor (assosiasi Investor) segera mendesak BAPEPAM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kedua emiten tersebut dan sebaliknya dalam rangka perlindungan terhadap Investor, maka demi hukum BAPEPAM wajib melakukan pemeriksaan terhadap kedua emiten tersebut, bahka jika perlu pemeriksaan tersebut dilakukan oleh suatu tim independen yang beranggotakan orang-orang kredible, berdasarkan pendelegasian dari BAPEPAM.
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan bukti permulaan tentang adanya tindak pidana di bidang Pasar Modal, pemeriksaan tetap dilanjutkan dan Pemeriksa wajib membuat laporan kepada Ketua Bapepam mengenai ditemukannya bukti permulaan tindak pidana tersebut, selanjutnya berdasarkan bukti permulaan , Ketua Bapepam dapat menetapkan dimulainya penyidikan.
Lebih jauh Undang-undang sangat memberikan kewenangan yang cukup kepada BAPEPAM untuk melakukan pemeriksaan karena Pemeriksa berwenang mengiterograsi, meminta bukti bukti, menggeledah dan menyita bukti bukti untuk kepentingan pemeriksaan.
Dengan kewenangan yang sedemikian kuatnya ini, jika BAPEPAM tidak kunjung tergerak melakukan pemeriksaan maka hal itu patutlah dipertanyakan. Dengan informasi yang ada dan kewenangannya, atas nama Undang-undang BAPEPAM wajib melakukan pemeriksaan. Justru kinilah saatnya BAPEPAM menunjukkan peran nyata kepada bangsa ini dalam membangun Pasar Modal yang tertib, transparan dan dapat dipercaya.
Pemeriksaan ini selain untuk mencari kebenaran informasi yang berkembang dan menegakkan hukum di Pasar Modal, juga untuk menjamin (melokalisir) agar praktek BUMN sebagai “sapi perah” para penguasa tidak berlaku terhadap BUMN yang telah terdaftar di Pasar Modal.
Hiruk pikuk diseputar informasi (bbm, sms, skype) dari M. Nazaruddin mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, membuat banyak orang menjadi terperangah, bingung dan sekaligus prihatin. Jika informasi ini benar maka informasi itu setidaknya telah membawa masyarakat kita semakin faham dan tersadar betapa selama ini negeri ini dijalankan dengan cara-cara pat-gulipat penuh kebohongan dan kepura-puraan oknum penguasa, politisi dan pengusaha.
Tulisan ini akan membahas satu pelajaran lagi dari M. Nazaruddin yang bisa dipetik dalam gonjang-ganjing itu adalah disebutnya nama dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah go publik yakni PT. Adhi Karya (persero) Tbk (ADHI) dan PT. Wijaya Karya (persero) Tbk (WIKA) dalam pusaran badai politik itu. Keduanya dikabarkan konon telah melakukan penyuapan untuk memenangkan tender proyek APBN berupa komplek olahraga terpadu di desa Hambalang. Sekalipun praktek buruk oleh dan terhadap BUMN semacam ini sering terdengar, namun ibarat (maaf) “kentut”, ada baunya tapi tidak pernah diketahui siapa pelakunya.
Peristiwa ini tentu sangat mengkhawatirkan dan dapat menimbulkan keraguan di kalangan Investor dan pada saatnya nanti berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan Investor kepada Pasar Modal serta mengganggu perekonomian nasional. Hal ini mengingat Pasar Modal adalah bisnis yang berbasis kepada kepercayaan.
PERILAKU PERSEROAN TERBUKA (Tbk)
Informasi penting (material) tentang tuduhan keterlibatan dua buah perusahaan persero yang telah go publik (Terbuka) dan telah mencatatkan sahamnya untuk diperjualbelikan di Pasar Modal yakni PT. Adhi Karya (persero) Tbk dan PT. Wijaya Karya (persero) Tbk dalam skandal politik ini, adalah informasi yang cukup sensitif bagi para pelaku pasar utamanya Investor. Informasi yang tersiar di media mengabarkan bahwa kedua perseroan itu telah memberikan suap ratusan milyar rupiah, yang kemudian dipergunakan untuk membiayai perebutan ketua umum sebuah partai.
Mengingat kedua perusahaan tersebut adalah perseroan terbuka yang telah go publik dan mencatatkan sahamnya untuk diperjual belikan di Pasar Modal (Emiten), maka sekalipun informasi ini belum pasti kebenarannya, informasi ini termasuk informasi material yang pantas menjadi peringatan dini sekaligus petunjuk kepada setiap pelaku dan penyelenggara dan pengawas Pasar Modal, terutama Investor dan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Mendengan informasi ini semestinya BAPEPAM segera mengambil tindakan proaktif berdasarkan kewenangannya untuk memperjelas kebenaran informasi itu. Tindakan ini sangat penting diambil untuk melindungi kepentingan Investor.
Jika informasi itu benar, maka yang patut dipertanyakan adalah dari manakah dana suap itu bersumber?. Investor harus mendapatkan jawaban dari pertanyaan ini, apakah dana itu milik sendiri, pihak ketiga atau dari sumber lain. Jawaban atas pertanyaan ini akan membawa konsekwensi yang luas kepada perusahaan Tbk, sekaligus untuk menguji apakah laporan keuangan yang selama ini disajikan oleh Emiten kepada investor telah benar. Karena Investor harus dilindungi dari pemberian Informasi semu atau bahkan palsu.
Informasi adalah menu sehari-hari di pasar modal. Tanpa adanya informasi pasar modal bisa jadi akan mandek. Sebab, dengan tidak adanya informasi berarti tidak ada faktor yang menggerakkan ekspektasi investor. Berkat informasilah, ekspektasi investor terbentuk. Dari sana investor mengambil keputusan. Jenis informasi itu bermacam-macam, mulai dari yang ringan hingga yang berat dan yang wajib hingga yang bebas. Dari informasi seputar perusahaan hingga informasi yang bersifat makro, baik ekonomi maupun politik.
Informasi keterbukaan (full disclosure) dari Emiten bersifat wajib karena diperintah Undang-undang. Dilain pihak BAPEPAM selaku pengawas wajib menjaga bahwa para Emiten telah menyajikan informasi kepada investor secara jujur. Informasi yang menyesatkan sangat berbahaya bagi Pasar Modal karena mengancam keberlangsungan Pasar Modal, mengingat bisnis Pasar Modal adalah bisnis kepercayaan dimana keterbukaan informasi menjadi kata kunci.
Pasal 90 Undang-undang Pasar Modal mengatur : “Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung : a. menipu atau mengelabui Pihak Lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apapun; b. turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan c. membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual efek”.
Perlu diketahui bahwa PT. Adhi Karya (Persero) Tbk adalah Perseroan Terbatas Terbuka, Kiprah ADHI dimulai sejak 11 Maret 1960 saat Menteri Pekerjaan Umum menetapkan Architecten-Ingenicure-en Annnemersbedrijf “Associatie Selle en de Bruyn, Reyerse en de Vries N.V.” (Associatie N.V.), salah satu perusahaan milik Belanda yang dinasionalisasi, menjadi PN Adhi Karya. Nasionalisasi ini ditujukan untuk memacu pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Status ADHI berubah menjadi sebuah Perseroan Terbatas pada tanggal 1 Juni 1974 dan telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman. ADHI 100% dimiliki oleh Negara Republik Indonesia sampai pada akhir tahun 2003 saat Negara Republik Indonesia melalui Menteri Negara BUMN, selaku Kuasa Pemegang Saham, melepas 49% kepemilikannya atas saham ADHI untuk ditawarkan kepada masyarakat melalui Initial Public Offering (IPO). Keputusan tersebut diikuti oleh pendaftaran saham ADHI di Bursa Efek Jakarta (sekarang BEI) yang sekaligus menjadikan ADHI sebagai BUMN konstruksi pertama yang terdaftar pada bursa. (Sumber : Web resmi ADHI)
Sedangkan WIKA dibentuk dari proses nasionalisasi perusahaan Belanda bernama Naamloze Vennotschap Technische Handel Maatschappij en Bouwbedijf Vis en Co. atau NV Vis en Co. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1960 dan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (PUTL) No. 5 tanggal 11 Maret 1960, dengan nama Perusahaan Negara Bangunan Widjaja Karja. Kegiatan usaha WIKA pada saat itu adalah pekerjaan instalasi listrik dan pipa air. Pada awal dasawarsa 1960-an. WIKA melakukan penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO) pada tanggal 27 Oktober 2007 di Bursa Efek Indonesia (saat itu bernama Bursa Efek Jakarta). Pada IPO tersebut, WIKA melepas 28,46 persen sahamnya ke publik, sehingga pemerintah Republik Indonesia memegang 68,42 persen saham, sedangkan sisanya dimiliki oleh masyarakat, termasuk karyawan, melalui Employee/Management Stock Option Program (E/MSOP), dan Employee Stock Allocation (ESA). (Sumber Web Resmi WIKA).
Dengan statusnya sebagai perusahaan publik (Tbk), Kedua Emiten ini harus menunjukkan kekususan perilaku yang tidak semata mata mengejar untung (profit oriented) sebagaimana layaknya badan usaha, namun keduanya harus berperilaku sebagai sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Terbuka (Tbk) sekaligus berstatus Persero yang memiliki misi sosial mengawal ekonomi bangsa, hal itu terkait kepemilikan negara di dalamnya (ADHI : saham negara 52,28 % WIKA saham negara 68,41855 %), sehingga keduanya wajib memberikan teladan dalam menjalankan bisnis yang beretika sesuai rambu-rambu perusahaan publik di bawah pengawasan BAPEPAM dan kementerian BUMN.
Dari keterbukaan informasi yang diterbitkan BEI, Jumat (22/5/11), menjelaskan bahwa Dua perusahaan konstruksi PT. Adhi Karya (Persero) Tbk dan PT. Wijaya Karya (persero) Tbk merupakan penggarap proyek ini. Berdasarkan Pengumuman pemenang tender, proyek Hambalang dilakukan pada 26 November 2010 dan disahkan 10 Desember 2010 senilai Rp 1,077 triliun termasuk PPN 10%. Dalam proyek yang diberi nama Adhi Wika JO ini, PT. Adhi Karya Tbk memegang 70 persen, sedangkan sisanya, sebesar 30 persen dipegang PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk.
Dari berbagai informasi yang berkembang, setidaknya sudah ditemukan beberapa fakta yang dapat digunakan dasar BAPEPAM melakukan investigasi dalam menguji kebenaran informasi yang sangat berpotensi merugikan investor dan melanggar peraturan Pasar Modal itu. Fakta pertama, benar ADHI dan WIKA adalah perseroan terbuka yang tercatat di Pasar Modal (BEI), Fakta kedua, bahwa benar kedua Emiten yakni PT. Adhi Karya (persero) Tbk dan PT. Wijaya Karya (persero) Tbk tengah mengerjakan proyek Hambalang yang bernilai triliunan rupiah dan Fakta ketiga, ditengah-tengah masyarakat beredar kabar (konon dari Nazaruddin) bahwa proyek tersebut didapatkan oleh kedua emiten tersebut secara tidak fair. Fakta Keempat, sejalan dengan fakta ketiga, adanya kesaksian di media dari para kurir dan satpam yang mengirimkan uang ke arena kongres dan menjaga uang selama kongres sebagai petunjuk, yang mengindikasikan adanya suatu transaksi yang saat ini belum ditemukan “secara hukum” dari mana sumber uangnya dan untuk menemukannya hanyalah soal waktu. Kesaksian ini dapat dielaborasi dengan kesaksian MRS di Pengadilan TIPIKOR dan Yulianis kelak.
APAKAH INFORMASI INI MATERIAL DAN BAGAIMANA SEBAIKNYA INVESTOR MENYIKAPINYA
Dari perspektif Pasar Modal apakah Informasi ini termasuk informasi material?, jawabnya tentu saja iya, karena jika informasi ini benar maka akan sangat menggoncang Pasar Modal. Informasi ini setidaknya merefleksikan tiga hal yakni : (1). Adanya nilai uang ratusan miliar milik investor BUMN/Persero/ Tbk yang disalahgunakan oleh emiten untuk pengadaan proyek, (2). Informasi ini juga mengandung tuduhan adanya penyimpangan kredibilitas dan ketidak jujuran jajaran menejemen Emiten (Direksi, Komisaris) dalam mengelola perusahaan, padahal Direksi dan Komisaris adalah orang orang kepercayaan Investor yang wajib menjunjung tinggi Good Corporate Governance (GCG) dan (3). Informasi yang selama ini disampaikan kedua emiten kepada BAPEPAM berkaitan dengan proyek ini tidak benar dan manipulatif sehingga menyesatkan (miss leading information).
Dengan situasi yang mengancam kepentingan investor ini maka semestinya investor dan BAPEPAM tidak lagi dapat berpangku tangan, pasif mengandalkan informasi sepihak dari Emiten tanpa melakukan investigasi menguji kebenarannya. Dari informasi ini maka Investor berdasarkan hak-haknya dapat meminta kepada BAPEPAM untuk menelusuri hal-hal sebagai berikut (1). Berapa sesungguhnya anggaran pembangunan yang disahkan menurut Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) di DPR dalam proyek Hambalang?, 1,2 T atau 1,5 T? (2). Bagaimana proses Tender diselenggarakan?, (3). Berapa dana yang seharusnya dan telah digelontorkan dari Kas Negara dalam rangka proyek ini?, (4). Bagaimana laporan perpajakan dari ADHI (Tbk) dan WIKA Tbk, (5). Bagaimana detail laporan keuangan ADHI (Tbk) dan WIKA (TBK) kepada BAPEPAM.
Mengapa BAPEPAM harus pro aktif, karena BAPEPAM adalah pengawas, dengan fungsi ini BAPEPAM dapat mewujudkan tujuan penciptaan kegiatan pasar modal yang teratur wajar, efisien, serta mengawasi dan melindungi kepentingan investor dari malpraktik di pasar modal.
Pasal 5 huruf E Undang-undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995, mengatur bahwa BAPEPAM berwenang : “mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Pihak dalam hal terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang dan atau peraturan pelaksanaanya”.
Sedangkan Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 1995 mengatur bahwa “Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lain yang dilakukan oleh Pemeriksa untuk membuktikan ada atau tidak adanya pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal”. Dari pasal ini tersirat bahwa pemeriksaan BAPEPAM tidak perlu menunggu ada yang salah apalagi harus menunggu kepulangan M. Nazarudin.
Pasal 2 (2) Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 1995 mengatur bahwa “Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dapat dilakukan dalam hal terdapat petunjuk tentang terjadinya pelanggaran atas perundang-undangan di bidang Pasar Modal”.
Karena di mata siapapun sangatlah naif jika pada suatu perseroan terbuka yang sekaligus BUMN, terdapat pergerakan uang bernilai ratusan milyar yang tidak ada rekam jejaknya.
Dengan terjawabnya pertanyaan-pertanyaan di atas berdasarkan penelitian dan pemeriksaan yang profesional dan transparan, maka hasil pemeriksaan BAPEPAM akan menjawab kegamangan Investor yang pada gilirannya akan berdampak kepada kepastian hukum dan akan mendongkrak tingkat kepercayaan Investor kepada Pasar Modal.
BAGAIMANA MENYIKAPINYA
Saat ini BAPEPAM terkesan pasif dan cenderung menunggu, oleh karenanya Investor (assosiasi Investor) segera mendesak BAPEPAM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kedua emiten tersebut dan sebaliknya dalam rangka perlindungan terhadap Investor, maka demi hukum BAPEPAM wajib melakukan pemeriksaan terhadap kedua emiten tersebut, bahka jika perlu pemeriksaan tersebut dilakukan oleh suatu tim independen yang beranggotakan orang-orang kredible, berdasarkan pendelegasian dari BAPEPAM.
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan bukti permulaan tentang adanya tindak pidana di bidang Pasar Modal, pemeriksaan tetap dilanjutkan dan Pemeriksa wajib membuat laporan kepada Ketua Bapepam mengenai ditemukannya bukti permulaan tindak pidana tersebut, selanjutnya berdasarkan bukti permulaan , Ketua Bapepam dapat menetapkan dimulainya penyidikan.
Lebih jauh Undang-undang sangat memberikan kewenangan yang cukup kepada BAPEPAM untuk melakukan pemeriksaan karena Pemeriksa berwenang mengiterograsi, meminta bukti bukti, menggeledah dan menyita bukti bukti untuk kepentingan pemeriksaan.
Dengan kewenangan yang sedemikian kuatnya ini, jika BAPEPAM tidak kunjung tergerak melakukan pemeriksaan maka hal itu patutlah dipertanyakan. Dengan informasi yang ada dan kewenangannya, atas nama Undang-undang BAPEPAM wajib melakukan pemeriksaan. Justru kinilah saatnya BAPEPAM menunjukkan peran nyata kepada bangsa ini dalam membangun Pasar Modal yang tertib, transparan dan dapat dipercaya.
Pemeriksaan ini selain untuk mencari kebenaran informasi yang berkembang dan menegakkan hukum di Pasar Modal, juga untuk menjamin (melokalisir) agar praktek BUMN sebagai “sapi perah” para penguasa tidak berlaku terhadap BUMN yang telah terdaftar di Pasar Modal.
Langganan:
Komentar (Atom)