Selasa, 22 Desember 2015

KEDAULATAN NEGARA ATAS MIGAS



KEDAULATAN NEGARA
ATAS MINYAK DAN GAS BUMI (MIGAS)
Oleh : Junaidi Albab Setiawan

Tulisan ini secara khusus akan membahas tentang kedaulatan Negara  Republik Indonesia terhadap minyak bumi dan gas bumi (migas) yang terkandung di bumi Indonesia. Pembahasan ini bermula dari suatu pertanyaan mendasar yakni, kekayaan alam yang seperti apa yang mutlak harus dikuasai atau dibawah kontrol penuh Negara? dan mengapa keterlibatan Negara menjadi penting? dan dalam bentuk apa  (instrument) penguasaan itu diwujudkan dalam tataran praktis?.
Pembahasan ini dilandasi oleh asumsi bahwa Negara seharusnya adalah penguasa tunggal kekayaan alam vital dan strategis karena  menjadi kebutuhan hidup rakyat, yang terkandung di dalam bumi wilayah Negara. Karenanya Negara wajib menjaga, mengawasi dan mengatur penggunaannya untuk kepentingan seluruh warga Negara.
Negara dan Peran Negara sebagai perwujudan Kedaulatan  Rakyat
Untuk mengawali pembahasan maka menjadi penting untuk secara ringkas mendefinisikan pengertian Negara. Maka kita perlu mencari rujukan dari literatur Ilmu Negara (Staatswetenschap/General Sate Science). Dari para ahli ilmu Negara, di mana Ilmu Negara adalah ilmu yang menyelidiki  pengertian-pengertian pokok dan sendi-sendi pokok dari negara dan hukum negara pada umumnya. Pengertian menitik beratkan pada suatu  pengetahuan, sedangkan sendi menitik beratkan pada suatu asas atau kebenaran.
Dari penyelidikan didapat definisi Negara yang sangat beragam. Berdasarkan catatan sejarah yang paling awal, manusia dalam mempertahankan hidupnya selalu berkumpul bersama-sama menghadapi tantangan alam yang hidup maupun yang mati secara kolektif. Secara singkat, sebelum lahirnya negara, diawali oleh perkumpulan-perkumpulan yang akhirnya dapat membuka jalan menuju suku-suku, desa-desa, kota-kota bertembok, kerajaan, kekaisaran dan bagian-bagiannya, dan yang paling baru adalah negara. Istilah negara sudah digunakan sejak zaman Yunani kuno. Ini Terlihat dari buku yang ditulis oleh Aristoteles  (384-322 SM) "POLITICA" yang sudah merumuskan pengetian negara.[1] Arti negara menurut Aristoteles adalah persekutuan dari keluarga dan desa untuk mencapai kehidupan sebaik-baiknya. Aristoteles menggunakan istilah Polis untuk untuk negara kota (city state) yang berfungsi sebagai tempat tinggal bersama warga negara dengan pemerintahan dan benteng untuk menjaga keamanan dan serangan musuh. Menurut Aristoteles, negara terjadi berkat adanya sifat kodrati setiap individu untuk hidup bersama. Ini secara tidak langsung telah menjelaskan bahwa manusia bukan semata-mata makhluk yang hanya ingin survive, melainkan makhluk yang mempunyai rasio dan berdasarkan itu mampu saling mengerti dan berdiskusi untuk mencapai kesejahteraan  bersama.
Selanjutnya mengikuti perkembangan zaman modern,  pengertian Negara mulai bergeser, pengertian Negara menurut George Jellinek, adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah mendiami suatu wilayah tertentu. Pengertian Negara menurut George Wilhelm Friedrich Hegel, Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal. Pengertian Negara menurut Roelof Krannenburg adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri. Pengertian Negara Roger H.  Soltau, Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.[2]
Di Indonesia para ahli diantaranya Prof. R. Djokosoetono mendefinisikan Negara sebagai suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.[3] Sedang Prof. Mr. Soenarko mendefinisikan Negara sebagai organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai sebuah kedaulatan (sovereingty). Daerah ini batasnya ada ditentukan oleh alam dan ada pula yang ditentukan dari perjanjian-perjanjian internasional antara para negara.[4] Menurut  Prof. Padmo Wahyono, negara  adalah kumpulan orang-orang yang bersepakat untuk bersatu berjanji menundukkan diri dalam suatu organisasi berdasarkan hukum yang disepakati pula, pada suatu wilayah merdeka yang mendapat pengakuan negara lain serta memiliki kedaulatan.[5]
Dengan kata lain, secara umum Negara di artikan sebagai organisasi tertinggi di antara suatu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita, untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu bersendikan hukum serta mempunyai pemerintah yang berdaulat yang eksistensinya juga diakui oleh Negara lain. Secara fisik, Negara juga adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut.
Karena secara teoritis, dalam pengertian yang lebih rinci, sebuah Negara memiliki syarat-syarat negara  sebagai negara,  yaitu:
1.      Syarat Primer
a.       Terdapat Rakyat
Tanpa rakyat, negara tidak dapat berdiri
b.      Memiliki Wilayah
Bagaimanapun unsur negara ini sangat krusial, karena sebuah negara memerlukan sebuah wilayah tempat negara tersebut berdiri dan ditegakkan.
c.       Memiliki Pemerintahan yang Berdaulat
Unsur ini sangat penting, karena tanpa adanya pemerintaahan yang memiliki kekuasaan dan ditaati oleh rakyatnya sebuah area atau wilayah yang berpenduduk (rakyat) tidak ubahnya seperti sebuah gerombolan orang yang tidak teratur sehingga tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai negara.[6]
2.      Syarat Sekunder
Mendapat pengakuan Negara lain.
Sesungguhnya ketiga syarat tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan. Jika satu kriteria tidak ada maka negara menjadi tidak sempurna.[7]
Dengan terpenuhinya ciri-ciri dan syarat-syarat di atas, maka Negara adalah sebuah badan hukum dimana eksistensinya dijelmakan dalam suatu kekuasaan pemerintah yang bersandar kepada hukum. Dari sinilah eksistensi suatu Negara terbentuk dan memiliki kedaulatan. Karena Negara diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka. Selain pengakuan juga ada penundukan diri warga Negara secara bersama-sama. Selain itu keberadaan sebuah Negara juga harus mendapatkan pengakuan dari Negara lain.
Dari berbagai pendapat tersebut, secara sosiologis, territoris dan yuridis akhirnya dapat dirangkum  sebagai satu pengertian, bahwa negara adalah suatu organisasi manusia (rakyat) yang bersepakat membentuk pemerintahan yang bertanggung jawab sebagai pengurus organisasi, bertujuan untuk mencapai kedamaian, kesejahteraan dan keselamatan, berdiri di suatu wilayah tertentu dan di dalam wilayah mana hukum Negara ditegakkan  dan segenap warga Negara (rakyat) menundukkan diri untuk mentaatinya. Karena pada hakekatnya hukum adalah kesepakatan bersama dan atau abstraksi nilai-nilai luhur serta pandangan baik buruk yang hidup ditengah-tengah masyarakat.
Kedaulatan Negara atas Migas
Untuk memasuki bahasan kedaulatan Negara atas migas secara mendalam dan lebih jauh, perlu dimulai dari pembahasan tentang definisi “kedaulatan” sebagai titik tolak bahasan. Definisi ini sendiri bukanlah batasan kaku yang tidak bisa diganggu gugat dan dikritisi, namun dengan definisi yang disintesa dari berbagai pendapat dan gagasan para ahli, maka akan memudahkan kita menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar di atas.
Setelah memahami eksistensi Negara, tulisan ini akan mencoba membahas  apa sebenarnya kedaulatan Negara. Kedaulatan dalam tulisan ini lebih difahami sebagai kekuasaan untuk menguasai dan mengatur. Karena syarat dan sifatnya maka Negara memiliki kedaulatan. Kedaulatan adalah suatu sifat yang menggambarkan suatu keadaan dimana suatu badan hukum Negara dengan segala atribut dan kelangkapnnya, memiliki kekuasaan dan kemerdekaan untuk mengatur dirinya sendiri baik ke dalam dan keluar berdasarkan hukum yang disepakati oleh warga Negara maupun oleh antar Negara-negara berupa traktat.
Menurut J.H.A. Logemann, dalam buku A. Hamid S. Attamimi, Pengertian Kedaulatan Negara adalah kekuasaan mutlak atau kekuasaaan tertinggi atas penduduk dan wilayah bumi beserta isinya yang dipunyai oleh suatu sistem negara nasional yang berdaulat.[8] Lebih jauh diuraikan bahwa Kedaulatan Negara dalam Arti kenegaraan adalah kekuasaan penuh dan tertinggi dalam suatu negara untuk mengatur seluruh wilayahnya tanpa campur tangan dari pemerintah negara lain atau bebas dari intervensi eksternal. Kedaulatan merupakan salah satu syarat berdirinya suatu negara. Salah satu unsur dari negara ialah pemerintah yang berkedaulatan. Pemerintah dalam suatu negara harus memiliki kewibawaan (authority) yang tertinggi (supreme) dan tidak terbatas. Hal ini bertalian erat dengan asal-usul Negara yang merupakan kesepakatan dan penundukan diri dari seluruh warga Negara kepada Negara yang akan dibentuk dan asal usul hukum yang bersumber dari kesepakatan antar warga Negara dan kebiasan-kebiasaan, adat-istiadat serta nilai-nilai luhur dan ajaran agama yang dianut dan diyakini oleh warga Negara.
Jean Bodin (1500 – 1596) seorang ahli Prancis, memandang kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi untuk menentukan hukum dalam suatu negara. Ia memandang pada hakikatnya kedaulatan memiliki 4 (empat) sifat pokok sebagai berikut. Kedaulatan negara ini bersifat asli, tertinggi dan tidak terbagi-bagi, dengan pengertian sebagai berikut :
a.       Asli, yang berarti bahwa bukan berdasarkan kekuasaan lain. Keaslian itu muncul dari dalam diri, keiklasan dan keyakinan dari seluruh warga Negara.
b.      Tertinggi, yang berarti bahwa tidak ada kekuasaan yang lebih tinggi di atasnya, kekuasaan rakyat adalah kekuasaan tertinggi, suara rakyat suara Tuhan.
c.       Bulat karena tidak dapat dibagi-bagi, yang berarti bahwa ke dalam maupun ke luar negara itu merupakan kekuasaan sepenuhnya. Merupakan satu-satunya kekuasaan tertinggi dalam negara yang tidak diserahkan atau dibagi-bagikan kepada badan lain.
d.      Berdiri Permanen, sekalipun pemegang kedaulatan sudah berganti, karena Negara berjalan berdasarkan aturan-aturan yanag berlaku, tidak bergantung kepada manusia yang dipercaya menjalankan kedaulatan. Manusia boleh mati tapi Negara tidak.
e.       Tidak Terbatas (absolut), artinya kekuasaan tidak dibatasi oleh kekuasaan lain. Bila ada kekuasaan lain yang membatasinya, tentu kekuasaaan tertinggi yang dimilikinya itu akan lenyap.
Adanya kewibawaan yang tertinggi dan tidak terbatas dapat dilihat pada kekuasaan negara yang dapat memaksa itu. Dengan demikian istilah "yang tertinggi (supreme)" menimbulkan adanya pemerintahan yang mempunyai kekuasaan yang tertinggi dan tidak terbatas, kekuasaan negara yang mempunyai monopoli dalam menggunakan kekuasaan fisik.[9]
Beberapa teori tentang kedaulatan diantaranya sebagai berikut
a.       Teori Kedaulatan Negara, Menurut teori ini adanya negara merupakan kodrat alam, demikian pula kekuasaan tertinggi terdapat pada pemimpin negara. Kodrat alam merupakan sumber kedaulatan. Penerapan hukum mengikat disebabkan karena dikehendaki oleh negara yang menurut kodrat memiliki kekuasaan mutlak. Tokoh teori ini adalah Paul Laband dan George Jellinek.
b.      Teori Kedaulatan Rakyat, Menurut teori ini negara memiliki kekuasaan dari rakyatnya yang bukan dari Tuhan atau Raja. Teori ini merupakan reaksi dari teori kedaulatan Tuhan dan teori kedaulatan raja. Teori ini memandang kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat dan dipergunakan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat (demokrasi). Tokoh teori ini adalah J.J. Rousseau dan Montesquieu.
c.       Teori Kedaulatan Hukum, Menurut teori ini, pemerintah memperoleh kekuasaannya berdasarkan atas hukum, yang berdaulat adalah hukum. Hukum merupakan kekuasaan tertinggi dalam negara. Rakyat atau pemerintah harus tunduk pada aturan hukum yang berlaku. Tokoh teori ini adalah Hugo de Groot, Krabbe, Immanuel Kant dan Leon Duguit.
Untuk menuju suatu Defenisi perlu dibahas berbagai diskusi tentang seluk beluk lahirnya kedaulatan dari para ahli Negara. Menurut Aristoteles, setiap definisi kedaulatan harus terlebih dahulu menetapkan kapan dan untuk apa tujuan kedaulatan memasuki dunia politik dan menembus wacana  politik. Mengenai asal usul kedaulatan yang sangat penting keberadaannya pada Hubungan Internasional, terdapat beberapa mazhab pemikiran yang berbeda. Primordialists percaya  bahwa konsep kedaulatan dipelopori oleh para penulis kuno seperti Aristoteles, Polybius dan Dionysius dari Halicarnassus. Tetapi konsep kedaulatan juga ditemukan dalam tulisan-tulisan Ulpian, Agustinus, Dante, Ockham, Marsilius dan Machiavelli (modernis). Modernis percaya  bahwa kedaulatan merupakan fenomena modern yang berhubungan dengan kelahiran dan  pertumbuhan bangsa pada abad ketujuh belas dan pertama sekali diteorikan oleh Jean Bodin dan Thomas Hobbes.
Tujuan dan Arti Kedaulatan Negara Menurut Jean Bodin dalam Buku “Soverignty, Knowledge, Law”,[10] Panu Minkkinen mengatakan, Kedaulatan negara menurut pandangan Bodin adalah sebagai wahana untuk perekat  internal, ketertiban dan perdamaian yang dibutuhkan untuk mengejar kemakmuran bagi seluruh rakyat anggota negara.[11] Sehingga Kedaulatan memiliki sifat mutlak dan abadi dari sebuah negara. Bodin membedakan antara atribut dan karakteristik dari kekuatan berdaulat. Atribut utama dari kedaulatan menurut Bodin adalah kekuatan untuk memberikan hukum tanpa persetujuan dari yang lain, baik yang lebih besar, sama, atau di bawahnya.[12] Atribut lainnya adalah kekuatan untuk menyatakan perang dan membuat perdamaian, kekuasaan untuk menunjuk hakim dan  petugas, kekuatan untuk memungut pajak dan sebagainya, semua ini merupakan konsekuensi dari kedaulatan kepada kepala Negara.[13]
Karakteristik kedaulatan menurut Bodin adalah : Pertama, kekuasaan yang berdaulat itu mutlak; dalam bahasa Latin, ab Legibus solutus (Atau tidak terikat oleh hukum). Bodin menjelaskan kedaulatan yang tidak dapat dibatasi oleh hukum karena berdaulat adalah sumber hukum.[14] Kedua, kedaulatan adalah tanpa syarat: "kedaulatan yang diberikan kepada seorang pangeran agar tunduk pada kewajibannya, kedaulatan atau kekuasaan absolute. Ketiga, kedaulatan tidak akuntabel seperti raja tidak  bertanggung jawab kepada warga negaranya. Keempat, kedaulatan tidak terpisahkan. Kedaulatan tidak terbatas baik dalam kekuasaan, fungsi, atau waktu.
Bodin percaya bahwa hanya kekuatan yang tangguh dan tertinggi yang mampu melindungi negara dari musuh internal dan eksternal untuk memberikan ketertiban dan perdamaian. Dengan merumuskan teori pertama kedaulatan negara zaman modern, Bodin mengungkapkan sensitivitas historis yang besar dan akan menyadarkan betapa pentingnya keberadaan negara atau bangsa.
Tujuan dan Arti Kedaulatan Negara Menurut Thomas Hobbes hampir sama dengan pandangan Bodin, dimana kedaulatan dijadikan negara sebagai sarana untuk mengambil keuntungan dari rakyatnya akibat kekurang pahaman rakyat tentang tujuan dari negara yang  berdaulat. Yang seharusnya negara yang berdaulat berfungsi untuk melindungi warga negara  justru menjadi penguras rakyat yang berdiri kokoh dibalik kedaulatan yang mereka miliki, warga hanya memiliki hak untuk menolak jika membahayakan hidupnya.[15] Akan tetapi dari beberapa karakteristik kedaulatan negara yang dibuat oleh Bodin, mendapat pertentangan dari Hobbes, yaitu karakteristik kedaulatan yang mengatakan bahwa kedaulatan itu tidak terbatas. Hobbes mencoba untuk menawarkan penjelasan yang rasional untuk menanggapi kekuasaan tak terbatas bagi kepala negara. Dia menunjukkan bahwa, dari alam, kami memiliki hak untuk menggunakan segala cara untuk membuat pertahanan diri karena selamanya bahaya akan terus ada. Kami memasuki kondisi politik dengan maksud untuk mempercayakan kepala negara sebagai pertahanan dan keamanan. Sebagai akhir dari kekuasaan berdaulat adalah  perlindungan hidup kita dan pelestarian perdamaian, akan masuk akal untuk menerapkan  pembatasan pada kekuasaan berdaulat karena hal ini akan membatasi kemampuan untuk melindungi kelangsungan hidup kita. Oleh karena itu, kekuasaan berdaulat harus dibatasi.
Hobbes juga memberikan argumen bahwa kedaulatan memberikan perlindungan karena ketaatan dan bahwa perlindungan yang mutlak membutuhkan ketaatan yang mutlak agar bisa menjadi kekuasaan yang mutlak dan berdaulat. Bagi Hobbes, sebuah negara yang tidak bisa memberikan perlindungan tidak akan mendapat ketaatan dari rakyatnya dan negara tersebut  bisa dikatakan bukan negara.
Karennya kedaulatan tetaplah terbatasi oleh empat hal yakni : pertama, kedaulatan tetap tunduk kepada hukum Tuhan dan hukum alam dimana secara alamiah seluruh ciptaan Tuhan dibatasi dan atau membatasi diri dengan ketentuan itu. Kedua, kedaulatan dibatasi oleh hukum yang berlaku di tengah masyarakat dan diakui keberadaannya sehingga tanpa kecuali semua anggota masyarakat setempat wajib taat. Ketiga, kedaulatan dibatasi oleh ketentuan prinsip yang umum sebagaimana konstitusi. Keempat, kedaulatan tidak boleh melanggar kesepakatan-kesepakatan dengan pihak di luar system kedaulatan yang telah disetujui.[16]
Pandangan lain sebagai pelengkap di lontarkan oleh Immanuel Kant, yang selama ini dianggap sebagai salah satu bapak liberalisme dan kosmopolitanisme. Seperti yang dikatakan oleh Richard Tuck dan Howard Williams,[17] Kant mencoba untuk menggabungkan gagasan kedaulatan Hobbes dengan teori pemerintahan konstitusional terbatas. Dalam sebuah esai berjudul
On the Common Saying: ‘This May be True in Theory, but it does not Apply in Practice’[18]
Kant menantang pandangan Hobbes bahwa negara hanya dapat melindungi kehidupan warganya. Tidak setuju dengan Hobbes, Kant berpendapat  bahwa sebuah negara yang berdaulat harus melindungi hak-hak dasar manusia seperti kebebasan, kesetaraan dan independensi individu.[19] Selain itu, Kant juga menantang klaim Hobbes bahwa sebuah operasi negara dalam sistem internasional ditandai dengan anarki (berasal dari bahasa Yunani, kurangnya arche, atau aturan) cukup bisa melindungi warga negaranya. Sementara Kant menerima prinsip Hobbes bahwa fungsi dari negara yang  berdaulat adalah untuk memberikan perlindungan sebagai pertukaran ketaatan dari rakyat.[20]
Kepada Siapa Kedaulatan Disematkan? Kedaulatan bisa diberikan kepada (i). monarki, (ii). kepada sebuah pemerintahan terpilih atau (iii). Kepada seluruh orang (kedaulatan rakyat). Kedaulatan juga sering dibagi dalam dua kamar yakni Kedaulatan Internal dan Eksternal. Kedaulatan Internal adalah kekuasaan tertinggi dimana negara memiliki kekuasaan atas warga negaranya sendiri dalam batas-batas sendiri atau sebagai lembaga tertinggi dalam  pengambilan keputusan dan penegakan kewenangan dalam spesifik wilayah dan terhadap  populasi. Sebaliknya, kedaulatan eksternal mewujudkan prinsip penentuan nasib sendiri dan menunjukkan bahwa dalam hubungan internasional setiap negara berada pada posisi kemerdekaan masing-masing negara. Kedaulatan eksternal mengacu pada tidak adanya otoritas internasional tertinggi. Singkatnya, doktrin kedaulatan mengatakan bahwa kedaulatan menyiratkan klaim ganda; otonomi dalam kebijakan luar negeri dan kompetensi eksklusif dalam urusan internal.[21]
Kedaulatan juga sering dibagi dalam dua perpektif yakni perpektif hukum atau kedaulatan de jure, berbeda dengan kedaulatan politik atau kedaulatan de facto sebagai sebanyak konsep kewenangan yang berbeda dari konsep kekuasaan. Kedaulatan hukum berdasarkan pada perintah, kedaulatan politik bukan didasarkan pada daya untuk memastikan kepatuhan. Kebanyakan pemikir setuju bahwa baik kedaulatan hukum ataupun kedaulatan politik merupakan suatu bentuk hidup dari kedaulatan mereka sendiri. Seperti yang diamati oleh Anto-Nio Gramsci, kedaulatan politik yang didasarkan sepenuhnya pada monopoli kekuasaan koersif tidak akan cukup untuk menjadi sebuah rezim bertahan. Sebaliknya, kedaulatan hukum tanpa kemampuan untuk menegakkan  perintah akan membawa moral belaka.[22] Memang, perbedaan kedaulatan politik dan kedaulatan hukum tidaklah hitam putih, namun seperti menentukan siapakah yang keberadaannya mendahului yang lain dalam kasus telor dan ayam.[23]
Kedaulatan adalah suatu hak eksklusif untuk menguasai suatu wilayah pemerintahan, masyarakat, sumber daya alam atau atas diri sendiri. Terdapat penganut dalam dua teori yaitu berdasarkan pemberian dari Tuhan atau lahir dari Masyarakat.[24] Dalam hukum konstitusi dan internasional, konsep kedaulatan terkait dengan suatu pemerintahan yang memiliki kendali penuh urusan dalam negerinya sendiri dalam suatu wilayah atau batas teritorial atau geografisnya, dan dalam konteks tertentu terkait dengan berbagai organisasi atau lembaga yang memiliki yurisdiksi hukum sendiri. Beberapa pemikiran mengenai kedaulatan dan pemegang kedaulatan suatu negara setelah revolusi Perancis dikemukakan oleh Jean-Jacques Rousseau (1712-1778) dalam karyanya Du Contrat Social Ou Principes Du Droit Politique (Mengenai Kontrak Sosial atau Prinsip-prinsip Hak Politik) membagi tingkat kedaulatan menjadi dua yaitu menurut keadaan yang senyatanya (de facto) dan menurut idealnya dalam peraturan, harapan dan keinginan (de jure).[25]
Sebagai simpulan, dengan demikian maka kedaulatan negara adalah sebuah otoritas yang disandang dan dimiliki oleh suatu Negara yang bersumber dari Tuhan, alam dan masyarakat, untuk menegakkan keberadaan dan keberlangsungannya berdasarkan hukum, didasari oleh eksistensinya yang didukung oleh sistem pemerintahan dan pengorganisasian Negara yang mapan dan memiliki legitimasi yang diakui baik ke dalam oleh rakyatnya sendiri (suara rakyat suara Tuhan) dan keluar oleh Negara lain.
 Kedaulatan Rakyat Versi Indonesia
Teori kedaulatan rakyat ini lahir dari reaksi pada kedaulatan raja. Menurut Rosseau, bahwa raja memerintah hanya sebagai wakil rakyat, sedangkan kedaulatan penuh ditangan rakyat dan tidak dapat dibagikan kepada pemerintah itu. Itu sebabnya Rosseau dianggap sebagai Bapak Kedaulatan Rakyat. Teori ini menjadi inspirasi banyak negara termasuk Amerika Serikat dan Indonesia, dan dapat disimpulkan bahwa trend dan simbol abad 20 adalah tentang kedaulatan rakyat. Menurut teori ini, rakyatlah yang berdaulat dan mewakilkan atau menyerahkan kekuasaannya kepada negara. Kemudian negara memecah menjadi beberapa kekuasaan yang diberikan pada pemerintah, ataupun lembaga perwakilan. Bilamana pemerintah ini melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan kehendak rakyat, maka rakyat akan bertindak mengganti pemerintah itu. Kedaulatan rakyat ini, didasarkan pada kehendak umum yang disebut “volonte generale” oleh Rousseau. Apabila Raja memerintah hanya sebagai wakil, sedangkan kedaulatan penuh ditangan rakyat dan tidak dapat dibagikan kepada pemerintah itu.
Kedaulatan, “sovereignity” merupakan salah satu syarat berdirinya suatu negara. Seperti diketahui bahwa salah satu syarat berdirinya negara adalah adanya pemeritahan yang berdaulat. Dengan demikian, pemerintah dalam suatu negara harus memiliki kewibawaan (authority) yang tertinggi (supreme) dan tak terbatas (unlimited).
Arti kenegaraan sebagai kewibawaan atau kekuasaan tertinggi dan tak terbatas dari negara disebut dengan sovereignity (kedaulatan). Dengan demikian, kedaulatan adalah kekuasaan penuh dan tertinggi dalam suatu negara untuk mengatur seluruh wilayahnya tanpa adanya campur tangan dari negara lain. Pada dasarnya kekuasaan yang dimiliki pemerintah mempunyai kekuatan yang berlaku ke dalam (interne souvereiniteit) dan ke luar (externe souvereinoteit), yaitu sebagai berikut.
a.       Kedaulatan Ke Dalam : Pemerintah memiliki wewenang tertinggi dalam mengatur dan menjalankan organisasi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.       Kedaulatan Ke Luar : Pemerintah berkuasa bebas, tidak terikat dan tidak tunduk kepada kekuasaan lain, selain ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, traktat, konvensi dll. Demikian juga halnya dengan negara lain, harus pula menghormati kekuasaan negara yang bersangkutan dengan tidak mencampuri urusan dalam negerinya.
 Indonesia adalah Negara penganut teori kedaulatan rakyat, hal ini sangat nyata terlihat di dalam pembukaan konstitusi negara Kesatuan Republik Indonesia, UUD 45 sbb :
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, makmur.
Selanjutnya di BAB I, tentang Bentuk dan Kedaulatan, pasal 1 di tegaskan :
(1).“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar”
(2). Negara Indonesia adalah negara hukum.[26]
Dua ayat di pasal 1 UUD 45 di atas selanjutnya dielaborasi dengan ketentuan lain menurut hukum, dimana kekuasaan pemerintahan Negara dijalankan dan dipegang oleh Presiden.[27] Presiden dengan demikian adalah personifikasi dari implementasi kedaulatan. Kekuasaan pemerintahan adalah turunan (derivasi) atau bentuk konkrit dari kedaulatan Negara. Selanjutnya Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Karena dalam system perwakilan, rakyat dengan suka rela telah mewakilkan atau memberi mandate kepada DPR untuk membuat peraturan yang terjelma dalam salah satu dari 3 fungsi utama (Regulating, Budgeting dan Controling) DPR, yakni sebagai fungsi regulasi atau legeslasi.[28] Dalam membuat undang-undang DPR lebih dominan karena hakekat undang-undang adalah kesepakatan rakyat untuk mengatur dirinya sendiri.[29]  Namun selanjutnya dalam menjalankan undang-undang Presiden oleh undang-undang dasar diberi kewenangan untuk menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.[30]
Dengan demikian Negara memiliki kedaulatan dan selanjutnya kewenangan (otority) untuk menguasai, mengatur bahkan menjalankan segala kepentingan yang berkaitan keberlangsungan dan tujuan Negara, diantaranya yakni untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Batas diskusi ini adalah dengan mengingat diskusi di atas, dimana kepentingan Negara sesungguhnya dan tiada lain adalah kepentingan rakyat.
Kedaulatan Negara atas Migas
Pembahasan tentang Kedaulatan Negara atas Migas akan dimulai dengan memahami posisi stategis migas dimata negara. Per definisi, menurut UU Migas No, 44/Prp. Tahun 1960, Migas atau minyak dan gas bumi adalah bahan-bahan galian minyak bumi, aspal, lilin bumi, semua jenis bitumen baik yang padat maupun yang cair dan semua gas bumi serta semua hasil-hasil pemurnian dan pengolahan bahan-bahan galian antrasit dan segala macam batu bara, baik yang tua maupun yang muda. Sedang menurut UU Migas No. 22 Tahun 2002, Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi. Sedangkan Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi.
Bangsa Indonesia menyadari bahwa Migas adalah anugerah Tuhan yang berada di dalam bumi nusantara tempat dimana Negra Indonesia berada. Migas adalah anugerah khusus (exclusive) dari Tuhan untuk segenap rakyat Indonesia yang wajib disyukuri karena tidak semua bangsa memiliki cadangan migas. Migas adalah kebutuhan hajat hidup rakyat. Karena hampir seluruh aktivitas kehidupan di zaman modern ini sangat bergantung kepada migas, karena kebutuhan energy masih sangat bergantung dari migas. Migas memiliki fungsi strategis dalam pembangunan demi mewujudkan kesejahteraan rakyat. Migas jumlahnya terbatas dan tidak dapat diperbaharui. Migas sekarang masih menduduki posisi terbesar diluar pajak yang mendatangkan devisa bagi Negara Indonesia.
Letak strategis dan kedudukan migas demikian karenanya memiliki fungsi vital di mata Negara Indonesia,  bisa dilihat dari pertimbangan (konsideran) dari 2 (undang-undang) migas yang pernah dimiliki Indonesia, yakni UU No. 44/Prp/ tahun 1960 dan UU No. 22 Tahun 2002. Menurut UU Migas No. 44/Prp/tahun 1960 adalah : Bahwa minyak dan gas bumi mempunyai fungsi yang amat penting untuk pembangunan masyarakat adil makmur, dibandingkan dengan bahan-bahan galian yang lain. Bahwa produksi minyak dan gas bumi merupakan cabang-cabang produksi yang amat penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak baik langsung maupun tidak.  Bahwa minyak dan gas bumi mempunyai arti yang khusus untuk pertahanan nasional. Bahwa persoalan-persoalan mengenai minyak dan gas bumi mengandung aspek-aspek internasional.
Sedangkan menurut UU Migas No. 22 Tahun 2002, Bahwa pembangunan nasional harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat dengan melakukan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Bahwa minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.  Bahwa kegiatan usaha minyak dan gas bumi mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat dan berkelanjutan.
  Posisi Migas sebagai kekayaan alam strategis dan vital karena menjadi hajat hidup rakyat dapat juga dilihat dari uraian berikut. Sejak ekspot migas dilakukan tahun 1969, penerimaan migas berjumlah 65 milyar rupiah. Dalam kurun waktu selama 25 tahun produksi migas (1969-1993), puncak penerimaan Negara dari migas yakni pada tahun 1990 berjumlah 17,712 triliun rupiah. Sampai tahun anggaran 1987, penerimaan Negara masih mendominasi penerimaan Negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Baru setelah tahun anggaran 1988, peran penerimaan perpajakan sudah mengalahkan posisi dominan penerimaan migas dalam APBN.[31]  
Menurut Kementerian ESDM,[32] realisasi penerimaan Negara dari sektor migas dalam beberapa tahun terakhir selalu melebihi target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal yang sama juga terjadi dalam jumlah produksi gas nasional yang terus menerus mengalami peningkatan jumlah produksinya dari tahun ke tahun. Realisasi penerimaan Negara yang pada tahun 2007 sebesar US$23,79 miliar akan melonjak menjadi US$35,79 miliar pada tahun 2011, Hal tersebut menunjukkan signifikansi kontribusi sektor migas terhadap kemakmuran Rakyat sebab semua uang penerimaan Negara langsung masuk kedalam APBN dan kemudian digunakan untuk kepentingan seluruh Bangsa Indonesia.
Produksi gas Indonesia juga terus mengalami peningkatan sejak pengembangan gas di tahun 1977 hingga saat ini. Pada periode tahun 1977 hingga 1983 rata-rata produksi gas nasional hanya sebesar 513.000 barel ekuivalen minyak per hari (Barrels Oil Equivalent Per Day/ BOEPD) atau 2.975 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Lebih lanjut kini jumlah produksi gas nasional telah naik secara signifikan mencapai rata-rata 1,49 juta barel setara minyak per hari (BOEPD) atau rata-rata 8.120 juta kaki kubik per hari dalam periode 2007 hingga 2012. Dengan semakin meningkatnya produksi gas nasional maka kita semakin dapat meningkatkan alokasi gas domestik yang telah meningkat lebih dari 250% sejak tahun 2003 hingga 2012. Hal tersebut juga berarti.dapat.terus.meningkatkan.penerimaan.Negara.
 Tabel Penerimaan Negara dari Sektor Migas (Miliar Dollar/ billion US$)

2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012*
APBN
19,73
22,20
30,65
19,11
26,06
32,40
33,48
Realisasi
22,6
23,79
35,02
19,95
26,49
35,79
34,62
Pencapaian 
114%
107%
115%
104%
102%
110%
103%
















Tabel Produksi Gas Nasional
Periode
Rata-rata Produksi Gas Nasional
1977 – 1983
513.000 (BOEPD)/2.975 (MMSCFD)
1983 – 1990 
864.000 (BOEPD)/5.011 (MMSCFD)
1990 – 1997
1.315.000 (BOEPD)7.627 (MMSCFD)
1997 – 2001
1.294.000 (BOEPD)7.505 (MMSCFD)
2001 – 2007
1.448.000 (BOEPD)8.398 (MMSCFD)
2007 – 2012 
1.497.000 (BOEPD)8.682 (MMSCFD)
 Dari kedua tabel tersebut nyata terlihat bahwa Anggaran Pendapatan Belanja Negara, masih sangat bergantung dari pendapatan Migas.
Dalam UU Migas No. 22 Tahun 2001, sistem pengelolaan migas dilaksanakan berdasarkan kontrak kerja sama. Kontrak kerjasama ini antara lain adalah kontrak bagi hasil, Negara akan memperoleh sejumlah bagian sesuai kesepakatan kontrak. Perolehan Negara dari hasil migas tersebut merupakan penerimaan Negara dari sektor migas. Selaian itu Negara juga memperoleh pajak dari migas. Pajak yang dipungut oleh pemerintah dalam kegiatan penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia adalah pajak penghasilan dari kontraktor. Pada periode 1010-2012, pajak penghasilan migas mengalami peningkatan tiap tahunnya, namun pada pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar Rp. 9,282,8 triliun dan dalam APBN 2014 pemerintah menargetkan penerimaan pajak penghasilan dari sector migas sebesar Rp. 76,073,6 triliun.
Penerimaan bukan pajak dari SDA migas meningkat dari tahun 2010 hingga 2012 namun untuk tahun 2013 mengalami penurunan tajam sebesar Rp. 25,213.1 triliun dari Rp. 205, 823.5 triliun pada LKPP 2012 menjadi Rp. 180,610.4 triliun pada APBNP 2013. Untuk target penerimaan pendapatan Negara bukan pajak (PNBP) dari sector migas dalam APBN 2014 sebesar  Rp. 196,508.3 triliun serta PNBP lainnya dari minyak bumi seperti pendapatan minyak mentah untuk pasar domestic (domestic market obligation) / DMO sebesar Rp. 13,45 triliun.
Distribusi penerimaan migas tahun 2009 mengalami penurunan dan relative meningkat untuk tahun berikutnya hingga tahun 2012.  Pada tahun 2013 mengalami penurunan kembali sebesar Rp. 14,511 miliar. Untuk tahun 2013 distribusi penerimaan migas terdiri dari atas Indonesia share sebesar Rp 31, 315 miliar, Cost Recovery sebesar Rp. 5.978 miliar dari net contactor share sebesar Rp. 9.264 miliar. Semakin besar   
Sekalipun penerimaan negara di sector minyak dan gas bumi pada tahun 2014 tidak sesuai target APBN 2014. Hal tersebut berdasarkan asumsi lifting minyak sebesar 870 ribu barel per hari. Peluang untuk mencapai penerimaan tersebut tidak memungkinkan karena patokan lifting terkoreksi cukup signifikan dari 870 ribu barel per hari menjadi 804 ribu barel per hari dalam rata-rata produksi harian. Dari setiap penurunan lifting 10 ribu barel per hari akan berdampak pada penurunan penerimaan migas sebasar 2 sd 3 triliun, sehingga penurunan menjadi sebesar 20 triliun.[33]
Uraian di atas telah cukup menggambarkan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar dalam pembukaan di atas. Bahwa sampai saat ini migas masih menempati posisi strategis bagi keberlangsungan bangsa. Hal ini mengingat migas masih menjadi pemasok utama kebutuhan enegi bagi pembangunan dan aktivitas masyarakat. Sekalipun secara fluktuatif dari waktu ke`waktu pendapatan dari sektor migas mengalami penurunan kwantitas di saat sebaliknya permintaan atas migas mengalami kenaikan, namun posisi strategis migas masih tetap berpengaruh besar terhadap eksistensi bangsa. Karena posisi vital dan strategis tersebut maka Migas karenanya masuk dalam kategori sumberdaya alam yang menguasai hajat hidup rakyat dan maka Negara wajib dan harus turun langsung untuk menguasai, mengatur dan mengelola secara adil semata-mata untuk kesejahteraan rakyat dan mempertanggungjawabkan kepada Tuhan dan kepada rakyat.
Dengan melihat posisi dan fungsi migas yang sedemikian vital bagi bangsa dan Negara, maka wajar jika dahulu para bapak pendiri bangsa (founding father), dengan pandangannya ke depan yang melampaui zaman (visoner). Dengan perjuangannya yang tanpa pamrih pribadi, kelompok dan golongan untuk mensejahterakan rakyat, kemudian menjabarkan Pancasila ke dalam pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 UUD 45. Undang Undang Dasar 1945 (UUD 45) pada pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 berbunyi.
Ayat  (2). Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Ayat (3). Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Uraian lebih jauh tentang sejarah dan latar belakang lahirnya pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 perlu di dalami lebih jauh. Pada ayat 2, terdapat dua penekanan, pertama, negara menguasai, dan yang kedua, cabang-cabang produksi dianggap penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Pada ayat 3 terdapat dua penekanan pula, yang pertama Negara menguasai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dan yang kedua, penguasaan tersebut dengan maksud untuk dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pilihan bahasa (semantik)  pada kata kata dalam pasal 33 di atas sungguh bermakna dalam secara vertical maupun horizontal dan berdemensi ke depan. Bahwa kekayaan alam vital dan strategis (termasuk migas) yang menjadi hajat hidup masyarakat, adalah kekayaan alam milik seluruh bangsa Indonesia. Karena Migas merupakan kebutuhan pokok bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, maka migas harus dikuasai oleh negara. Semata-mata untuk dipergunakan untuk kepentingan kolektif berupa kesejahteraan bagi seluruh anggota bangsa. Karenanya migas harus dikuasai oleh Negara, jika migas dikuasai tidak oleh Negara (diserahkan kepada pasar) maka kepentingan rakyat akan kalah oleh kepentingan modal dan akibatnya rakyat dan Negara akan didekte oleh pasar.
 Kesimpulan
Migas adalah anugerah Allah SWT, diberikan secara khusus kepada bangsa-bangsa yang dikehendaki dan terpilihNya, karena tidak semua Negara memiliki kekayaan migas di dalam bumi yang ditinggalinya, maka migas harus dimanfaatkan dengan cara yang bertanggung jawab agar bangsa ini tidak menjadi bangsa yang “kufur nikmat”.
Migas menjadi kebutuhan hidup bagi manusia (rakyat) dan menjadi penopang utama dalam pembangunan untuk meraih kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Maka Negara dengan segala atribut kedaulatan yang disandangnya harus turun langsung dan mengambil tanggung jawab penuh.
Pemanfaatan migas tidak untuk diserahkan kepada pasar bebas karena jika migas yang vital dan strategis ini diserahkan kepada pasar, maka praktis berjalannya Negara dan kebutuhan rakyat didekte oleh pasar, adagium “Siapa menguasai migas dia menguasai Negara”, tidaklah salah. Jika Negara gagal mengurus migas maka migas akan menjadi sumber bencana / kutukan bagi suatu bangsa (curse).
Terdapat hubungan langsung alamiah dan rasional yang hierarkis antara Tuhan sebagai penguasa dan pencipta seru sekalian alam, yang kemudian mengkaruniakan (menghadiahkan) nikmataNya berupa migas kepada seluruh rakyat di Negara tertentu. Dan kemudian rakyat berikhtiar mengelola anugerah Tuhan tersebut dengan cara yang bertanggung jawab dan tertib dengan bersepakat melalui suatu organisasi Negara, lalu kemudian rakyat mempercayakan kepada Negara untuk menguasai, mengatur, mengelola dan mengawasi pemanfaatan migas secara bertanggung jawab dan adil.
Maka pengaturan migas tidak boleh bergeming dari asasnya, dimana pada hakekatnya migas adalah anugerah Tuhan maka pengaturan harus dijiwai oleh sila 1 dan sila 5 Pancasila dan diturunkan (derivasinya) kepada pasal 33 UUD 45. Dengan tetap berpegang kepada keyakinan bahwa suara hati nurani rakyat adalah suara Tuhan, dimana Negara adalah organisasi rakyat, maka kepentingan rakyat harus dilindungi dan diprioritaskan.






DAFTAR PUSTAKA
Buku
A. Hamid S. Attamimi, Peranan keputusan presiden Republik Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahan negara: suatu studi analisis mengenai keputusan presiden yang berfungsi pengaturan dalam kurun waktu Pelita I-Pelita IV, Fakultas Pasca Sarjana UI, 1990.
B. Jowett M.A, The Politics of Aristoteles, Oxford University Press Warehouse Amen Cormen.
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil,  Hukum Tata Negara Republik Indonesia. PT Rineka Cipta : Jakarta, 2000.
Ernest K Bankas, The State Immunity Controversy In International Law, Springer 2005.
Graham Evans- Jeffrey Newnham, Political Science, Penguin Books, 1998.
Jean-Jacque Rousseau, The Social Contract, Penguin Londong, 1968.
Johan H. Franklin, Bodin On Soeverignty, Cambridge University Press, New York, 1991.
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1972.
    
MR. Soenarko, Susunan Negara Kita, Djambatan, Bandung, 1954.
Moh.Mahfud M.D, Politik Hukum di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012.
Padmo Wahyono, Ilmu Negara, digital version Universitas Indiana, 1962.
Panu Minkkinen, Soverignty, Knowledge, Law,  Routledge, New York, 2009.
T. King, Thomas Hobbes, Critical Assessments, Volume 1, Routledge, London, 1993
Soenarko, Susunan Negara Kita, Sejak Penyerahan Kedaulatan, Penerbit jambatan, 1953.
S. Reiss, Kant, Political Writings, Cambridge University Press, 1991.
Trevor C. Salmon and Mark F. Imber, Issues In International Relations, Rouledge, London, 2008.

Theresia Reinold, Soverignty and The Responsibility to Protec The Power of Norms and The norms of Powerfil, Rouledge, London, 2013.


Undang-Undang
          Undang-Undang Dasar Tahun 1945
          Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

Internet


[1] B. Jowett M.A, The Politics of Aristoteles, Oxford University Press Warehouse Amen Cormen, London, hlm 8 sd 10 (diambil dari http://files.libertyfund.org/files/819/0033-02_Bk_SM.pdf)
[2] Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1972, hlm 9
[3] Inu Kencana Syefiie, Sistem Administrasi Negara RI, Bumi Aksara, 2003, hlm 10
[4] MR. Soenarko, Susunan Negara Kita, Djambatan, 1954, hlm 10
[5] Padmo Wahyono, Ilmu Negara 1962/1963, digital version Universitas Indiana, hlm 6
[6] Untuk menjadi suatu Negara merdeka tidak diperlukan syarat yang neko-neko, yang njlimet (zwaarwichtig), Syaratnya sekedar bumi, rakyat, pemerintah yang teguh, ini sudah cukup untuk internationalrecht. Dikutip dari buku Tjamkan Pantja Sila, Pantja Sila dasar Falsafah Negara, Panitia Nasional Peringatan Lahirnya pantja Sila, 1 Djuni 1945 – 1 Djuni 1964, hlm 15
[7] Soenarko, Susunan Negara Kita I, Sejak Penyerahan Kedaulatan, Penerbit jambatan, 1953, hlm 12
[8] A. Hamid S. Attamimi, Peranan keputusan presiden Republik Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahan negara: suatu studi analisis mengenai keputusan presiden yang berfungsi pengaturan dalam kurun waktu Pelita I-Pelita IV, Fakultas Pasca Sarjana UI, 1990, hlm 80

[9] C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia. Yang Menerbitkan PT Rineka Cipta : Jakarta, 2000. Lihat juga di http://blogsimpleuntukpelajar.blogspot.co.id/2013/03/makalah-kedaulatan-rakyat.html
  
[10] Panu Minkkinen, Soverignty, Knowledge, Law,  Routledge, New York, 2009
[11] Johan H. Franklin, Bodin On Soeverignty, Cambridge University Press, New York, 1991, hlm 3
[12]Panu Minkkinen, Op.cit hlm 66
[13] Ibid, hlm 67
[14] Samuel Edward Finer, The History of Government from the Earliest Times: Empires, monarchies, and the modern state, Oxford University Press, 1997, hlm 1300

[15] Preston T. King, Thomas Hobbes: Critical Assessments, Volume 1, Routledge, London, 1993, hlm 30

[16] Ernest K Bankas, The State Immunity Controversy In International Law, Springer 2005, hlm 3
[17] Trevor C. Salmon and Mark F. Imber, Issues In International Relations, Routledge, London, 2008, hlm 39
[18] .S. Reiss, Kant, Political Writings, Cambridge University Press, 1991, hlm 61
[19] Ibid, hlm 74
[20] Trevor C. Salmon and Mark F. Imber, opcit, hlm 39
[21] Graham Evans, Jeffrey Newnham. Penguin Books, 1998 - Political Science, hlm 98
[22] Theresia Reinold, Soverignty and The Responsibility to Protec The Power of Norms and The norms of Powerfil, Rouledge, London, 2013, hlm 27
[23] Moh. Mahfud M.D, Politik Hukum di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm 17
[25] Jean-Jacque Rousseau, The Social Contract, Book I, Transleted and intruced by Maurice Cranston, Penguin Londong, 1968, hlm 56 

[26] Perubahan ke-3 UUD 45
[27] UUD 45, Pasal 4 (1), Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang Undang Dasar.
[28] Pasal 20 ayat (1) UUD 45, (perubahan pertama) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
[29] Pasal 5 (1) UUD 45, perubahan pertama
[30] Pasal 5 (2) UUD 45
[31] Juli Saragih, Sejarah Perminyakan di Indonesia, CV Aghino Abadi, Jakarta, 2010, hlm 101
[32] Kepala Divisi Humas, Sekuriti dan Formalitas Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKMIGAS) Hadi Prasetyo berdasarkan data penerimaan negara dalam lima tahun terakhir dan data produksi gas sejak tahun 1977. Diambil dari  http://www.esdm.go.id/berita/40-migas/6095-penerimaan-negara-dari-sektor-migas-dan-produksi-gas-naik-terus.html, diakses pada tanggal 4-10-2014, Pukul 7.45 WIB