Blok Masela Milik Generasi Mendatang
Junaidi
Albab Setiawan
Advocat
/ Pengamat Hukum Migas
Presiden harus pandai-pandai
mengambil manfaat dari polemik terbuka tentang rencana pengembangan lapangan
gas Abadi, Blok Masela yang terletak di laut Arafuru, antara Menko Bidang
Kemaritiman dan Sumber Daya Alam (SDA) yang didukung oleh para tokoh Indonesia
Timur dan praktisi migas dari Forum 73 (Fortuga) ITB, disatu pihak, dengan Menteri ESDM, SKK Migas yang dikuatkan oleh
pendapat konsultan Independent Poten & Partners yang disewa oleh
pemerintah, dilain pihak. Sekalipun Menko Maritim dan SDA, Menteri ESDM
dan SKK migas semuanya masih dalam jangkauan Presiden, namun perbedaan itu
tidak perlu ditutup-tutupi. Peristiwa itu adalah fenomena baru yang justru bermanfaat,
karena semangat dari perbedaan itu adalah untuk menemukan pilihan terbaik bagi
kepentingan bangsa. Bagi pemerintah, polemik yang dilontarkan secara
terbuka kepada publik tersebut adalah
proses dialogis positif yang akan
semakin memperkokoh landasan keputusan yang akan diambil.
Pilihan yang akan diambil Presiden
adalah sebuah pertaruhan yang akan dicatat
oleh sejarah, sekaligus menguji konsistensi keberpihakan Presiden dalam
mengelola sumber daya alam vital strategis sesuai amanat konstitusi, sebagaimana dijanjikannya
dalam Nawacita. Pilihan yang diambil harus berorientasi jangka panjang dan paling
menguntungkan bagi generasi mendatang. Bukan didasari pertimbangan jangka
pendek demi keuntungan instan di depan,
namun berujung masalah bagi generasi berikutnya di belakang hari.
Berbeda dengan masa lalu, selemah
apapun kita dalam permodalan dan keahlian, mulai saat ini kita tidak boleh lagi
menelan bulat-bulat seluruh masukan dari luar. Namun perlu dikaji dari berbagai
aspek kepentingan bangsa dan memberi ruang dialog bagi seluruh komponen bangsa untuk
ikut berperan serta.
Pilihan Untuk Generasi Mendatang
Saat ini pengembangan Blok Masela
memasuki tahap menunggu persetujuan revisi plant of development (PoD) yang telah
disampaikan oleh Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) Inpex Masela Ltd (beranggota
Inpex Corporation 65 % dari Jepang dan Shell Upstream Overseas Services 35 %
dari Belanda) kepada pemerintah. Revisi ini untuk mengganti Front End Engineering Design (FEED) kilang
terapung (floating refinery) berkapasitas 2,5 juta matrix ton per tahun (MTPA) yang
telah disetujui pemerintah pada September 2014, dirubah menjadi berkapasitas
7,5 MTPA dengan nilai investasi US$ 14,8 milyar, menyusul ditemukannya cadangan
gas baru. Setelah revisi PoD mendapatkan persetujuan, tahap selanjutnya adalah memasuki
tahap keputusan akhir investasi (final investment
decision (FID)). Masalahnya sekarang adalah proses tersebut kini terhenti
karena pemerintah belum menyetujui revisi yang diajukan kontraktor. Pemerintah lewat Menko Maritim dan
SDA masih mempertimbangkan pilihan lain yang lebih efisien dengan usulan membangun
fasilitas pengolahan di daratan terdekat, dengan cara membangun pipa dari
lokasi tambang ke lokasi pengolahan.
Kedua pilihan ini diklaim oleh masing-masing
pengusul sebagai pilihan yang terbaik dan
paling menguntungkan bagi Indonesia. Kini tibalah saatnya bagi Presiden untuk
menentukan pilihan, setidaknya dengan parameter berupa : (a). Konsitensi kesesuaian pilihan dengan
amanat konstitusi, karena gas adalah komoditi vital dari dalam bumi Indonesia
yang wajib dikuasai negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, (b). Pilihan
tersebut adalah pilihan yang paling efisien dan membawa kemaslahatan maksimal
bagi generasi mendatang karena proyek ini adalah proyek jangka panjang. (c).
Serta adil bagi semua pihak termasuk
kepentingan masyarakat disekitar lokasi dan bagi kontrakator.
Fenomena
polemic terbuka sebagaimana di atas adalah wajar bahkan perlu dilazimkan. Di era
sekarang masyarakat harus diberi akses selebar-lebarnya untuk berperan serta,
karena pengelolaan sumber daya alam strategis dan vital seperti gas alam,
bukanlah domain mutlak pemerintah. Sehingga selain untuk menghindari
kontroversi dan kecurigaan, sisi baiknya adalah
didapat berbagai tambahan pertimbangan yang konprehensif. Selama ini
masyarakat merasa ditinggalkan dan kurang diberi akses dan kesempatan untuk berperan
serta. Pemerintah cenderung memonopoli persoalan bahkan menutup-nutupi demi keuntungan
segelintir oknum, kroni, kekuatan kelompok dan golongan.
Yang Paling Menguntungkan
Apapun
pilihan yang akan dipilih oleh pemerintah, jika hubungan kontraktual antara
Indonesia dengan Inpex Masela Ltd adalah kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract), maka yang
paling menguntungkan bagi Indonesia adalah fasilitas pengolahan yang berbiaya ringan
namun tidak merongrong pembiayaan dari waktu ke waktu. Dalam sistem kontrak
ini, berapapun dana yang akan dikeluarkan untuk membangun fasilitas kilang
pengolahan baik di darat maupun terapung di laut, biaya tersebut akan
ditanggung oleh rakyat Indonesia melalui mekanisme cost recovery. Biaya-biaya produksi yang telah dikeluarkan oleh
kontraktor akan dibayar kembali dari hasil produksi, sebelum dilakukan bagi
hasil bagi kedua belah pihak sesuai kesepakatan.
Namun
harus juga dipertimbangkan bahwa lokasi Blok Masela seluas 4.291,35 km persegi,
yang terletak 153 km dari Pulau Babar di sebelah selatan dan 146 km dari Pulau
Yamdena di sebelah barat daya, adalah lokasi yang sulit. Secara geologis
merupakan daerah labil karena berada di daerah palung pertemuan (pergeseran)
antara lempeng benua Australia dengan lempeng benua Aurasia dan lempeng pasifik
yang dikitari potensi gunung berapi. Pertemuan lempeng tersebut menyebabkan
terbentuknya paparan yang luas, yang kemudian disebut paparan Sahul dan paparan
Arafura dengan kedalam palung 500 hingga 1000 meter di bawah permukaan laut. Kesemuanya
itu tentu membutuhkan kontraktor yang handal dalam keahlian dan pembiayaan.
Saat ini kontraktor belum dapat menuai
hasil, namun yang pasti terus kehilangan
jangka waktu kontrak pengelolaan blok yang demi hukum harus berakhir tahun
2028.
Kepentingan Lokal
Tanpa
harus mengecilkan komitmen kita sebagai bangsa dalam bingkai NKRI, pengembangan
blok Masela harus lebih memperhatikan aspirasi dan kepentingan masyarakat di
daerah sekitar. Pemerintah wajib memberi tempat yang layak kepada aspirasi itu.
Ini adalah momentum yang tepat bagi
pemerintah untuk membuat kebijakan adil yang mampu mengurangi ketimpangan antara kawasan barat
dan timur Indonesia. Tuhan telah membuka
mata kita dengan Blok Masela yang terletak di batas timur Indonesia yang selama ini kurang mendapatkan
perhatian dalam pembangunan. Blok ini memiliki cadangan terbukti Gas yang sangat
besar mencapai 10,73 trilion cubic feet (tcf), ditambah lagi dengan Blok west
Masela dan Blok Babar yang terletak di laut Arafura. Blok ini tepatnya terletak
di 155 km dari kota Saumlaki di Pulau
Tinimbar, ibukota kabupaten Maluku Tenggara Barat yang pada sisi selatan tepat
berada di perbatasan perairan (ZEE) Indonesia dengan Australia atau 400 km
sebelah utara kota Darwin. Wilayah ini akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi
karena Blok Masela juga dikelililingi oleh blok-blok besar milik Australia yakni
blok Gorgon, Itchis dan Prelude.
Kesemuanya ini seharusnya lebih membawa kita untuk lebih bijaksana, berlaku
adil dan aspiratif dalam mengelolanya.
Pengembangan
blok Masela diyakini akan membawa dampak turutan di wilayah sekitar lokasi yang
berada ditengah antara propinsi Indonesia yang masih tertinggal, yakni Maluku,
NTT dan Papua, jika pemerintah konsisten menerapkan paradigma baru dalam
pengelolaan sumber energi yakni “Enegy as the driver for economic growth”,
dimana manusia mengikuti sumber energy bukan sebaliknya (Peta Jalan Kebijakan
Gas, ESDM, 2014-2030). Daerah ini dahulu lebih dikenal sebagai tempat buangan
bagi para pahlawan pendiri bangsa dan Negara (founding father). Sudah
sepantasnya wilayah ini mendapat hadiah dan berkah dari hasil pengembangan blok
Masela. Proyek ini harus membawa dampak positif kepada pengembangan wilayah di
sekitar yang pada gilirannya kelak akan
membawa dampak berantai bagi kemajuan wilayah Indonesia timur.
Gambaran
situasi di atas sesungguhnya membawa pesan kepada pemerintah, bahwa pemerintah
pantang mewariskan masalah dan prahara bagi generasi mendatang, karena
sesungguhnya gas alam adalah anugerah yang dipercayakan oleh Tuhan untuk
seluruh bangsa Indonesia, jangan biarkan anugerah itu mejadi kutukan (curse) yang memecah belah persatuan
bangsa. Pemerintah saat ini bisa jadi tidak akan menikmati hasil
kebijaksanaannya, namun pemerintah yang baik selalu berusaha mewariskan sistem
yang baik, adil, dapat diterima serta
medatangkan manfaat sampai kapanpun.