Jumat, 12 Agustus 2016

Mafia Tanah Mengancam BUMN (Kompas 5/11/14)


Mafia Tanah Mengancam BUMN  (Kompas 5/11/14)

“Negara tidak boleh kalah dari mafia tanah dan peradilan”. Pernyataan  ini muncul di situs resmi PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI), sebagai buntut kekalahannya  secara  berturut turut di pengadilan    dalam mempertahankan tanah Stasiun Medan. PT. KAI adalah BUMN pemilik stasiun Medan yang dahulu bernama Deli Spoorweg Matschappij.  Di atas tanah tersebut bahkan sekarang telah berdiri bangunan mall dan apartemen megah yang konon tanpa IMB. Perkara semacam ini bukanlah satu satunya di Pengadilan Medan. BUMN lain, PT. Pelindo I (persero) juga mengalami nasib yang sama dalam perkara tanah “Pantai Anjing” di  kawasan pelabuhan Belawan yang dimilikinya sejak zaman kolonial.

Sebenarnya ancaman kehilangan tanah melalui Pengadilan ini  juga mengancam berbagai BUMN lain seperti PERUMNAS, PT. Perkebunan Nusantara, dll, terutama pada BUMN yang bisnis utamanya berkaitan dengan tanah atau BUMN yang memiliki warisan dari nasionalisasi perusahaan perusahaan Hindia Belanda berupa tanah-tanah di lokasi strategis dan potensial. BUMN peninggalan Kolonial Belanda seharunya memiliki bukti-bukti formil materiil dan runtutan historis sebagai pemilik yang sah atas tanah. Namun pada kenyataannya  mereka hampir selalu kalah di pengadilan. Sehingga ungkapan di atas adalah ungkapan kekecewaan terhadap penegakan hukum yang tidak masuk akal dan multi tafsir.

Lepasnya tanah-tanah BUMN melalui Pengadilan sungguh merupakan peristiwa tragis dan memprihatinkan. Sehingga pemerintah harus segera mengambil langkah penyelamatan. Setidaknya  jika dilihat dari, pertama, posisi  BUMN sebagai bisnis Negara untuk kesejahteraan rakyat, kedua,  kuat dan ganasnya Mafia tanah, ketiga, belum dilakukannya langkah penanganan yang strategis dan terintegrasi oleh pemerintah.

 

BUMN adalah bisnis negara untuk rakyat

Kepentingan BUMN adalah kepentingan Negara dan asset BUMN adalah asset Negara. BUMN adalah alat bagi Negara untuk mengejar pendapatan guna mengupayakan kesejahteraan rakyat.  Indonesia memilki 138 BUMN dengan nilai asset mencapai 4.500 triliun rupiah. Pembiayaan Negara cukup terbantu oleh keberadan BUMN. BUMN mengambil peran strategis dalam bidang-bidang yang berkaitan bidang penyelenggaraan pelayanan dan kepentingan umum (public service dan public utilities).

Keberadaan  BUMN memudahkan rakyat dalam memperoleh barang atau jasa sesuai kebutuhan, membuka dan memperluas kesempatan kerja, mencegah monopoli pasar atas barang dan jasa yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak oleh sekelompok pengusaha swasta yang bermodal kuat. Meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi komoditi ekspor sebagai sumber devisa, baik migas maupun non migas. Maka gangguan terhadap asset BUMN adalah gangguan terhadap kepentingan Negara.

Setelah Indonesia merdeka, pemerintah menasionalisasi  perusahaan perusahaan kolonial yang memiliki fungsi strategis. Seperti Gemeenschaappelijke Mijnbouw Maatschaappij Billiton (GMB) untuk timah, s’ Lands Waterkracht Bedrijven (LB) untuk Listrik, I. J.N Eindhoven & Co untuk Gas, Staats Spoorwagen (SS) untuk kereta api, KLM Interinsulair Bedrijf (KLM IIB) untuk penerbangan, NV Nederlandsch Indische Portland Cement Maatschappij  (NV NIPCM) untuk pabrik semen.

Dari sana sehingga sangatlah berdasar jika BUMN mewarisi tanah tanah di lokasi yang strategis, di pusat pusat perdagangan dan bisnis dengan nilai ekonomis yang tinggi. Kecuali terjadi salah urus maka tidaklah masuk akal jika BUMN kalah dalam mempertahankan assetnya di depan hokum.

Mafia Tanah

Siapa mafia tanah ini ?, Di mata awam, keberadaan meraka dan cara kerjanya terlihat wajar dan tidak ada yang menyimpang. Namun dibalik itu tersimpan rencana (modus) penyenyerobotan tanah Negara “secara hokum”. Mereka ditengarai memiliki modal yang kuat dan mampu membeli apapun, termasuk membeli kehormatan oknum-oknum birokrat dan aparat.  Mafia tanah ini juga bekerja secara sistematis,  memiliki jaringan  yang luas yang mampu menembus birokrasi pusat dan daerah dan tak kasat mata oleh awam.

Seperti layaknya mafia di filem filem, mereka sangat tahu cara memanfaatkan oknum oknum pejabat, aparat dan birokrat berikut kelemahannya. Selanjutnya menyandera mereka untuk menjadi bagian resmi dan tidak resmi. Mereka bisa terdiri oknum aparat penegak hukum, oknum pegawai negeri, oknum pimpinan partai dan pegawai BUMN sendiri, pensiunan,  organisasi-organisasi berkedok LSM, dll,  yang pada prinsipnya sesuai peran dan kompetensinya masing-masing bertujuan menyerobot dan menguasai tanah BUMN.

Mereka juga memiliki  mata-mata dari luar dan dalam BUMN yang bertugas untuk mencari peluang dan kelemahan. Mereka juga memelihara pasukan lapangan sebagai martir yang bertugas  menduduki tanah sembari menempuh seolah-olah jalur hukum.  Mereka tahu betul cara menaklukkan dan memanfatkan hukum dan oknum aparat hukum. Mereka membeli dan memodali perkara-perkara tanah melawan BUMN atau bahkan menciptakan sengketa-sengketa semu. Dengan jaringan kalangan professional mereka juga lihai memanfaatkan peluang hukum sekecil apapun dan menjadikannya sebagai alat  masuk (entry point) menjadi perkara hukum.

Mereka tahu kelemahan BUMN dalam permodalan dan mentalitas, sehingga banyak tanah  BUMN  yang terbengkalai, tidak terurus  dan terlantar, tanah yang fisiknya  dikuasai pihak ketiga, tanah yang statusnya bersinggungan dengan hak adat, hak ulayat dan kerajaan kerajaan lama,  tanah yang sedang dalam sengketa. Tanah-tanah itulah yang menjadi incaran mafia tanah.  

Dari segi mentalitas, rasa memiliki di kalangan pengurus BUMN rendah, akibat persepsi mereka bagwa milik Negara bukanlah milik pribadi maka berakibat daya juang (fighting spirit)  para pengurus dalam mempertahankan asset tidaklah sebagaimana milik pribadi. Kelemahan itu menjadi sempurna jika ditambah intervensi politik dan penguasa, lemahnya administrasi, dokumentasi dan informasi pengelolaan asset, lemahnya modal dan dana, lemahnya koordinasi.  Mereka masih berpikir bahwa kebenaran hukum adalah tunggal, hitam putih dan linear  dan karena aparat hukum adalah alat Negara lalu diasumsikan pasti berpihak kepada BUMN.

Ancaman mafia tanah dan peradilan ini sudah sangat serius dan perlu segera diambil langkah tepat. Kementeriaan BUMN harus segera  membentuk satuan tugas khusus penyelamat tanah, tim bertanggung jawab kepada Presiden, namun terhubung langsung ke DPR dan MA. Satgas lintas terpadu ini membawahi seluruh BUMN. Terdiri dari ahli di kementerian BUMN, BPN, kepolisian, kejaksaan, KPK, Komisi Kejaksaan, Kepolisian dan Yudisial. Satgas harus diberi wewenang meneliti tanah-tanah BUMN yang potensial masalah dan bermasalah, melakukan kajian yang melibatkan perguran tinggi dan selanjutnya mencari jalan penyelamatan. Tim ini bertugas memastikan kebenaran hukum, status hukum, membuat rekomendasi dan tindakan untuk memastikan bahwa kebenaran hukum itu tunggal dan tidak multi tafsir, sehingga kelemahan modal tidaklah identik dengan kelemahan hukum.