Jumat, 02 Juli 2021

MENGAPA INVESTOR MIGAS HENGKANG (KOMPAS 26 JUNI 2021)

Mengapa Investor Migas Hengkang

Junaidi Albab Setiawan


Advocat, Doktor ilmu hukum UGM,

Direktur Pusat Studi Hukum Energi (PUSHENERGY)

 

Pemerintah telah menargetkan produksi sebesar satu juta barel minyak (bopd) dan 12 miliar kaki kubik gas (bscfd) per hari pada 2030. Tekad itu menegaskan kenyataan bahwa migas masih menjadi sumber  utama penerimaan negara dan penggerak utama pembangunan. Tanpa upaya luar biasa dalam menarik investasi, sulit rasanya untuk mencapai target yang ditetapkan dan kenyataanya lifting justru terus mengalami penurunan dan kesenjangan antara produksi dibanding konsumsi migas semakin melebar.

Migas adalah komoditi global, yang menjadi ukuran dalam bisnis ini adalah mekanisme pasar global yang dilengkapi dengan best practice yang telah berlaku umum. Sekalipun bisnis migas adalah bisnis antara negara yang diwakili pemerintah dengan perusahaan, namun jika pemerintah menjalankanya dengan cara lebih mengedepankan kekuasaan dengan aturan kaku, berbelit serta menutup mata terhadap dinamika pasar dalam merespon alam, maka Indonesia akan dihukum oleh pasar dengan hengkangnya para investor.

Daya tarik utama bisnis migas adalah  potensi keuntungan besar dalam iklim usaha yang fair. Namun dibalik potensi keuntungan besar itu terdapat resiko usaha yang besar pula, karena bisnis hulu  migas membutuhkan waktu yang lama, berbiaya mahal serta diliputi  ketidakpastian hasil. Maka Kontraktor Kontrak Kerjasama (K3S) tidak cukup berbekal keahlian dan data-data sumur, seismic dan komersial, namun lebih dari itu juga harus mampu membaca fenomena perubahan zaman baik dalam lingkup global maupun nasional dimana investasi dilakukan.

Hengkangnya kontraktor migas meninggalkan komitmen-komitmen bisnis yang telah dibuat dengan pemerintah (KOMPAS 2 Juni 2021), sesungguhnya merupakan fenomena bisnis biasa, dimana secara keekonomian investasi itu dipandang tidak menarik lagi. Salah satunya diakibatkan usia sumur eksisting yang sudah tua (mature), sehingga mengalami penurunan produksi alamiah sangat tajam. Sedang menurut Menteri ESDM, tanpa temuan baru Indonesia tinggal memiliki cadangan terbukti (proven) minyak bumi sebanyak 2,44 miliar barel untuk 9,5 tahun dan cadangan gas 43,6 triliun untuk 19,9 tahun.

Ditambah saat ini hampir seluruh pelaku bisnis migas mengalami kerugian yang cukup besar akibat wabah covid-19. Wabah yang belum diketahui kapan akan berakhir ini telah mengakibatkan rendahnya permintaan migas dunia. Wabah mengakibatkan hampir semua sektor usaha mengalami kemunduran karena daya beli rendah yang berakibat  pertumbuhan ekonomi juga melambat.   Upaya pencegahan wabah dengan membatasi pergerakan orang mengakibatkan berkurangnya aktivitas industri. Mobilitas industri yang sangat berkurang mengakibatkan kebutuhan akan migas juga menurun drastis.

Momentum perlambatan ekonomi ini rupanya digunakan oleh kontraktor untuk mengevaluasi diri sembari secara selektif memilih keputusan bisnis yang tepat dalam menghadapi tantangan zaman. Maka hengkangnya para kontraktor migas dari Indonesia adalah keputusan bisnis yang pasti sudah dipertimbangkan secara masak. Selain pertimbangan ekonomi dan wabah, kontraktor juga mempertimbangan faktor trend energi ramah lingkungan (clean energy) yang melanda dunia dan factor cadangan migas laut dalam.

Faktor Clean Energy

Secara global telah disadari bahwa energi fosil adalah penyumbang utama gas rumah kaca penyebab perubahan iklim akibat meningkatnya pemanasan global yang mengganggu keseimbangan ekosistem maupun kehidupan manusia dan pada gilirannya mengakibatkan berbagai bencana alam. Untuk mengatasi itu negara-negara bersepakat melalui Paris Agreement yang ditandatangani 175 negara pada 22 April 2016, mulai meninggalkan energi fosil. Untuk tujuan itu pula Indonesia berkomitmen dan sedang merumuskan kebijakan dan kerangka hukum untuk menyiapkan transisi kepada pemanfaatan clean energy.

Pandangan Indonesia tercermin dalam acara Global Commission on People-Centred Clean Energy Transitions yang diselenggarakan oleh International Energy Agency (IEA). Pemerintah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca yang tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC), guna mendukung pencapaian net zero emission. Mengingat transisi energi merupakan inti pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), maka dalam Rencana Energi Nasional, porsi energi baru terbarukan ditargetkan mencapai 23 persen pada tahun 2025 dan 32 persen pada tahun 2050.  

Tekanan global untuk mengupayakan clean energy secara drastis  juga mulai direspon oleh para pelaku utama industri migas dunia dengan tindakan nyata. Raksasa industri migas Eropa secara serius mulai merubah visi dan misinya  sebagai perusahaan migas menjadi perusahaan energi untuk mengakomodir diversifikasi dan transformasi ke arah clean energy. Sementara beberapa  raksasa industri migas Amerika mulai selektif dalam menjalankan bisnis migas. Kebijakan presiden Trump yang tidak peduli kepada pemanasan global dan berusaha menarik diri dari Paris Agreement, dirombak oleh presiden Biden dengan perintah eksekutif berupa tekad Amerika untuk lebih serius dalam melakukan pengurangan emisi global hingga angka nol. Kebijakan itu direspon oleh perusahaan-perusahaan migas dengan menyeleksi ladang-ladang migas dengan prospek yang kurang ekonomis, margin kecil dengan tingkat pengembalian yang rendah, mulai ditinggalkan sembari menyiapkan diri bertransformasi kepada clean energy.

Faktor Laut Dalam

Harus dipahami bahwa saat ini mencari migas semakin sulit karena potensi sumber migas yang tersisa berlokasi di laut dalam. Akibatnya untuk memperoleh cadangan migas saat ini dibutuhkan modal yang besar, sehingga tidak banyak perusahaan-perusahaan yang berani mengambil resiko itu.

Pengalaman saat dimulainya eksplorasi migas laut dalam  di tahun 2013an banyak  kontraktor migas asing yang rugi besar  akibat gagal mendapatkan cadangan migas yang ekonomis. Ditambah kemudian proyek  Indonesia Deepwater Development (IDD-II) yang dikembangkan oleh Chevron melalui empat production sharing contract yaitu PSC Ganal, Rapak, Makassar Strait dan Muara Bakau, sempat terkatung-katung bahkan ditinggalkan inisiatornya akibat sulitnya menemukan mitra yang berani mengambil resiko. Kesemuanya adalah pelajaran berharga yang menunjukkan betapa sulit dan mahalnya memperoleh migas laut dalam. Situasi itu membuat berkurangnya minat investasi dan investor lebih memilih berpikir ulang sehingga berakibat Indonesia akan semakin sulit  memperoleh investor yang berkemampuan. Situasi itu ditambah dengan persaingan antar negara yang berlomba-lomba menyuguhkan tawaran investasi yang lebih atraktif untuk menarik investor.

Perlu diingat bahwa hubungan antara pemerintah dengan kontraktor adalah hubungan bisnis yang tujuan utamanya untuk saling menguntungkan. Untuk membuat agar iklim investasi migas terus menarik bagi investor, maka sebaiknya pemerintah bersikap adaptif lebih luwes menyesuaikan diri dengan fenomena alam dan dinamika pasar global dalam mengupayakan kebutuhan energi. Pemerintah juga harus fleksibel dalam merumuskan aturan-aturan yang pasti, namun juga menghargai posisi masing-masing yang saling membutuhkan. Dan terakhir adalah sikap akomodatif  antara pemerintah dan investor terus saling memberikan masukan dan melakukan evaluasi dan koreksi “tambah kurang” saling melengkapi demi terwujudnya kerjasama yang saling menguntungkan, jika perlu memberikan insentif kemudahan usaha. Di atas semuanya itu seluruh kebijakan harus  dilengkapi dengan  kesadaran akan terbatasnya modal dan kerasnya persaingan bisnis migas, sementara potensi migas Indonesia terus menipis dan terletak di area yang semakin sulit. 

1 komentar:

  1. Play Free Casino Slot Machine Games at Mapyro
    Looking for free slot machines near you? 부산광역 출장마사지 Visit Mapyro and compare free casino slot 문경 출장샵 machines 안양 출장안마 to see which are 김포 출장샵 the best and most popular. 광양 출장안마

    BalasHapus