Sabtu, 27 Juni 2015

Mencurigai Pembubaran Petral



MENCURIGAI PEMBUBARAN PETRAL
(Dimuat di KONTAN 11 Mei 2015)
Oleh : Junaidi Albab Setiawan,
Pengamat dan Praktisi Hukum Migas

Hingga kini masyarakat tidak pernah menerima penjelasan yang utuh mengenai apa  salah dan dosa  Petral (Pertamina Energy Trading Limited), sebuah anak perusahaan Pertamina yang didirikan di Hongkong dan kemudian pindah ke Singapore. Di setiap pembicaraan tentang Migas, Petral terus menjadi bulan-bulanan dan selalu dikaitkan dengan mafia migas yang melibatkan oknum penguasa.  
Petral merupakan anak perusahaan Pertamina yang didirikan pada tahun 1976 berdasarkan Companies Ordinance Hong Kong, yang semula bernama Perta Oil Marketing Ltd (POML). 100 persen saham petral dimiliki oleh Pertamina. Petral memfokuskan kegiatan usaha untuk mendukung Pertamina dalam memasok dan memenuhi kebutuhan migas di Indonesia.
Sekalipun didirikan di luar negeri, Petral adalah anak perusahaan Pertamina, maka Pertaminalah yang harus bertanggung jawab atas sepak terjang Petral dan wajib  mengambil inisiatif penyelesaian dengan memberi penjelasan yang utuh dan transparan kepada khalayak. Kebingungan dan keingintahuan masyarakat tentang apa sesungguhnya yang terjadi di Petral tidak boleh didiamkan, dibiarkan berlarut larut hingga menjadi kecurigaan.  
Kecurigaan itu semakin bertambah diawali dengan munculnya  isyarat pembubaran Petral dalam rapat kerja Pertamina dengan Kementerian  BUMN dan Komisi VI dan VII DPR RI. Jika dilihat sedikit ke belakang, isyarat itu sama dengan pendapat   Tim Transisi Jokowi–JK pada Oktober 2014 yang membuka wacana pembubaran Petral lantaran diduga telah menjadi sarang mafia migas. Sejalan dengan pendapat itu, secara seragam di media masa  beberapa pengurus KADIN, DEN (Dewan Energi Nasional) dan FITRA (Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran) juga  mengusulkan agar Pertamina membubarkan Petral karena dinilai rawan disusupi mafia migas. Namun ironisnya siapa mafia migas yang sering di sebut itu, hanya isapan jempol karena hingga kini tidak dapat dijelaskan secara hukum.  
Di sisi lain ada juga yang masih menaruh optimisme terhadap keberadaan Petral. Pertamina sendiri sebagai induk perusahaan semula justru menilai tidak ada penyimpangan di Petral, audit BPK juga berpendapat tidak ada yang aneh dalam catatan keuangan Petral. Sebagian orang bahkan menilai bahwa peran Petral sebagai trader masih tetap diperlukan sesuai kebutuhan agar mudah masuk ke pasar minyak dunia yang ada di Singapura. Apalagi selama 2011 Petral mampu merealisasikan volume perdagangan minyak mentah dan produk, sebanyak 266,42 juta barel terdiri atas minyak mentah sebesar 65,74 juta barel atau rata-rata sekitar 180.000 barel per hari (bph), dan perdagangan produk sebesar 200,68 juta barel atau rata-rata sekitar 550.000 (bph). Pada 2011, Petral membukukan laba bersih unaudited sebesar AS$47,5 juta atau naik 53 persen dibandingkan dengan laba bersih audited 2010. Dengan catatan demikian lalu di mana ruginya? dan Mengapa harus dibubarkan?  
Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dibentuk pemerintah untuk meneliti tata kelola migas Indonesia,  pernah mengungkapkan berbagai penyimpangan yang dilakukan Petral. Diantaranya berupa (i). Petral menguasai pengadaan mayoritas`kebutuhan BBM berikut minyak mentah impor yang dibutuhkan Indonesia, sehingga rawan penyimpangan. (ii). Praktek impor premium yang selama ini berjalan ditengarai semu, karena minyak impor  tersebut hasil oplosan (blending) oleh perusahaan Singapura yang memiliki alat pengoplos di Malaysia. (iii). Petral juga mengoleksi sertifikat berharga berupa surat utang (global bond) Pertamina, yang juga merupakan induk usahanya. Dengan kata lain, sebagian pendapatan Petral berasal dari bunga yang dibayarkan induk perusahaannya sendiri. (iv). Ketika fungsi Petral dialihkan ke integrated supply chain, Petral buru-buru melakukan pengadaan BBM dengan tenor enam bulan, padahal, umumnya hanya tiga bulan. (v). Hal yang tidak wajar lainnya pada pendapatan atau gaji Presiden Direktur Petral saat itu mencapai 44.000 dollar Singapura dengan jumlah pesangon (severance payment) yang fantastis, yakni di angka 1.195.508 dollar Singapura, mengalahkan direktur Pertamina.
Sekalipun demikian pada awalnya Tim Reformasi Tata Kelola Migas  belum merekomendasikan pembubaran Petral. Tim hanya merekomendasikan pembenahan Petral dengan peran Petral diubah dari peran pemasok BBM menjadi peran internasional trading company. Dengan alasan, siapapun pelaksananya, kalau dilakukan dengan transparan dan harga yang bagus, maka akan menguntungkan Indonesia. Sekalipun pengadaan produk minyak dan crude sudah dilakukan oleh Integrated Supply Chain (ISC) maupun Pertamina Energy Services (PES), namun jika tidak dilakukan secara professional dan transparan maka pengalihan fungsi pengadaan akan tetap bermasalah.
Dan kemudian tanpa dijelaskan sebab musababnya, beberapa hari lalu Petral resmi dibubarkan oleh Pertamina. Di Indonesia (pasal 142, ayat2 UU PT), pembubaran perusahaan biasanya diatur dalam anggaran dasar dengan alasan karena putusan pengadilan, habisnya jangka waktu, pailit, dicabutnya izin usaha, keputusan RUPS oleh karena sebab yang jelas dll.  Pembubaran tanpa sebab yang jelas dan transparan tentu tidaklah wajar. Pembubaran harus didahului dengan suatu audit investigative baik dari segi financial maupun hukum, hingga ditemukan suatu alasan yang jelas dan masuk akal sebagi dasar pembubaran, yang kemudian diikuti dengan proses likuidasi. Terlebih lagi Petral adalah anak perusahaan BUMN. Pembubaran Petral nampak dilakukan dengan logika terbalik, bubarkan dulu baru dilakukan financial audit dan legal duedeligent, sehingga langkah itu tidak menjawab kegalaun masyarakat.

Pembubaran
Pembubaran Perusahan adalah persoalan tehnis (corporate action) yang mudah dilakukan. Di Indonesia  kita tinggal buka bab X, pasal 142 sd 152, UU PT No. 40 tahun 2007, Pada bab tentang pembubaran secara sukarela berdasar RUPS dan likuidasi. Dari kacamata hukum perusahaan dan UU Migas 2001, Petral merupakan Bentuk Usaha Tetap (BUT) (permanent establishment), yakni suatu  bentuk usaha atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, sehingga pembubarannya dilakukan di tempat Petral didirikan dan menundukkan diri.
Jika pembubaran  harus di lakukan di Hongkong, pembubaran diatur di Hong Kong Companies Act Chapter 32, Gezet Number L.N. 163 of 2013; E.R. 1 of 2014,   yang mengatur tentang Companies (Winding Up and Miscellaneous Provisions) Ordinance. Begitupun jika harus dilakukan di  Singapura, dari kaca mata hukum perusahaan di Singapura (Companies Act 1966), Petral digolongkan sebagai perusahaan asing (Foreign Company). Diatur dalam  Companies Act Division 2, pasal 365 sd 386 dan pembubarannya di atur dalam Part X, Division 3 tentang winding up, dan jika pembubarannya secara sukarela maka di atur dalam  pasal 247, tentang voluntary winding up.
Namun yang terpenting bagi masyarakat tentu bukan soal pembubaran itu sendiri, kuatnya niat pembubaran  justru menimbulkan pertanyaan. Bukankankan selama ini Pertamina menilai Petral tidak ada masalah dan tidak pernah dipermasalahkan. Mengapa terhadap perusahaan yang teraudit baik dan menguntungkan harus dibubarkan ?. Bukankah hakekat dari setiap pendirian perusahaan adalah untuk mencari untung ?. Kuatnya desakan pembubaran ini justru menimbulkan kecurigaan, jangan-jangan pembubaran ini justru bermotive untuk segera mengubur semua kebobrokan  Petral, menghilangkan bukti bukti  dan mengaburkan polemik praktek busuk mafia migas yang melibatkan oknum-oknum penguasa dari setiap rezim.
Karena pembubaran telah diumumkan tanpa alasan dan sebab yang jelas dan transparan, maka masyarakat tidak boleh tinggal diam. Harus segera menyiapkan suatu “petisi ketidak percayaan” terhadap pembubaran itu sebelum dilakukan investigasi oleh aparat hukum dan BPK secara mendalam yang merekomendasikan pembubaran itu. Serta mendesak kepada Aparat Hukum berdasarkan informasi yang berkembang di masyarakat dan media masa, kemudian untuk kepentingan umum menggunakan kewenangannya melakukan penyelidikan berdasar Undang-undang.
Langkah penyelidikan juga bisa dimulai  berdasarkan pasal  138 ayat (1) UU PT, tentang Pemeriksaan Terhadap Perseroan. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data dalam hal terdapat dugaan bahwa Perseroan atau direksi atau komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan perseroan. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis beserta alasannya ke pengadilan Negeri. Permohonan itu sesuai pasal 138 ayat (3) c, dapat diajukan oleh Kejaksaan untuk kepentingan umum, setelah melalui prosedur tertentu.
Masyarakat tentu dibuat gemas demi melihat dahsyatnya  berita miring tentang Petral namun tidak pernah ada tindakan hukum yang konkrit. Mengapa tidak  dilakukan pembenahan dan tindakan hukum yang tegas secara transparan. Inisiatif penyelesaian yang transparan oleh Pertamina dengen opsi utama pembenahan lebih penting daripada  pembubaran Petral.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar