MENCURIGAI PEMBUBARAN
PETRAL
(Dimuat di KONTAN 11 Mei 2015)
Oleh :
Junaidi Albab Setiawan,
Pengamat dan
Praktisi Hukum Migas
Hingga kini
masyarakat tidak pernah menerima penjelasan yang utuh mengenai apa salah dan dosa Petral (Pertamina Energy Trading Limited), sebuah
anak perusahaan Pertamina yang didirikan di Hongkong dan kemudian pindah ke
Singapore. Di setiap pembicaraan tentang Migas, Petral terus menjadi bulan-bulanan
dan selalu dikaitkan dengan mafia migas yang melibatkan oknum penguasa.
Petral merupakan anak perusahaan Pertamina
yang didirikan pada tahun 1976 berdasarkan Companies Ordinance Hong Kong,
yang semula bernama Perta Oil Marketing Ltd (POML). 100 persen saham petral
dimiliki oleh Pertamina. Petral memfokuskan kegiatan usaha untuk mendukung
Pertamina dalam memasok dan memenuhi kebutuhan migas di Indonesia.
Sekalipun didirikan di luar negeri, Petral
adalah anak perusahaan Pertamina, maka Pertaminalah yang harus bertanggung
jawab atas sepak terjang Petral dan wajib mengambil inisiatif penyelesaian dengan memberi
penjelasan yang utuh dan transparan kepada khalayak. Kebingungan dan keingintahuan
masyarakat tentang apa sesungguhnya yang terjadi di Petral tidak boleh
didiamkan, dibiarkan berlarut larut hingga menjadi kecurigaan.
Kecurigaan
itu semakin bertambah diawali dengan munculnya isyarat pembubaran Petral dalam rapat kerja
Pertamina dengan Kementerian BUMN dan
Komisi VI dan VII DPR RI. Jika dilihat sedikit ke belakang, isyarat itu sama
dengan pendapat Tim Transisi Jokowi–JK pada Oktober 2014 yang membuka wacana pembubaran
Petral lantaran diduga telah menjadi sarang mafia migas. Sejalan dengan
pendapat itu, secara seragam di media masa beberapa pengurus KADIN, DEN (Dewan Energi
Nasional) dan FITRA (Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran) juga mengusulkan agar Pertamina membubarkan
Petral karena dinilai rawan disusupi mafia migas. Namun ironisnya siapa mafia
migas yang sering di sebut itu, hanya isapan jempol karena hingga kini tidak dapat
dijelaskan secara hukum.
Di sisi lain
ada juga yang masih menaruh optimisme terhadap keberadaan Petral. Pertamina
sendiri sebagai induk perusahaan semula justru menilai tidak ada penyimpangan
di Petral, audit BPK juga berpendapat tidak ada yang aneh dalam catatan
keuangan Petral. Sebagian orang bahkan menilai bahwa peran Petral sebagai
trader masih tetap diperlukan sesuai kebutuhan agar mudah masuk ke pasar minyak
dunia yang ada di Singapura. Apalagi selama 2011 Petral mampu merealisasikan
volume perdagangan minyak mentah dan produk, sebanyak 266,42 juta barel terdiri
atas minyak mentah sebesar 65,74 juta barel atau rata-rata sekitar 180.000
barel per hari (bph), dan perdagangan produk sebesar 200,68 juta barel atau
rata-rata sekitar 550.000 (bph). Pada 2011, Petral membukukan laba bersih unaudited
sebesar AS$47,5 juta atau naik 53 persen dibandingkan dengan laba bersih audited
2010. Dengan catatan demikian lalu di mana ruginya? dan Mengapa harus
dibubarkan?
Tim
Reformasi Tata Kelola Migas yang dibentuk pemerintah untuk meneliti tata kelola
migas Indonesia, pernah mengungkapkan berbagai
penyimpangan yang dilakukan Petral. Diantaranya berupa (i). Petral menguasai
pengadaan mayoritas`kebutuhan BBM berikut minyak mentah impor yang dibutuhkan
Indonesia, sehingga rawan penyimpangan. (ii). Praktek impor premium yang selama
ini berjalan ditengarai semu, karena minyak impor tersebut hasil oplosan (blending) oleh
perusahaan Singapura yang memiliki alat pengoplos di Malaysia. (iii). Petral
juga mengoleksi sertifikat berharga berupa surat utang (global bond)
Pertamina, yang juga merupakan induk usahanya. Dengan kata lain, sebagian
pendapatan Petral berasal dari bunga yang dibayarkan induk perusahaannya
sendiri. (iv). Ketika fungsi Petral dialihkan ke integrated supply chain,
Petral buru-buru melakukan pengadaan BBM dengan tenor enam bulan, padahal,
umumnya hanya tiga bulan. (v). Hal yang tidak wajar lainnya pada pendapatan
atau gaji Presiden Direktur Petral saat itu mencapai 44.000 dollar Singapura
dengan jumlah pesangon (severance payment)
yang fantastis, yakni di angka 1.195.508 dollar Singapura, mengalahkan direktur
Pertamina.
Sekalipun
demikian pada awalnya Tim Reformasi Tata Kelola Migas belum merekomendasikan pembubaran Petral. Tim
hanya merekomendasikan pembenahan Petral dengan peran Petral diubah dari peran
pemasok BBM menjadi peran internasional trading company. Dengan
alasan, siapapun pelaksananya, kalau dilakukan dengan transparan
dan harga yang bagus, maka akan menguntungkan Indonesia. Sekalipun pengadaan
produk minyak dan crude
sudah dilakukan oleh Integrated Supply Chain (ISC) maupun Pertamina Energy
Services (PES), namun jika tidak dilakukan secara professional dan transparan
maka pengalihan fungsi pengadaan akan tetap bermasalah.
Dan
kemudian tanpa dijelaskan sebab musababnya, beberapa hari lalu Petral resmi dibubarkan
oleh Pertamina. Di Indonesia (pasal 142, ayat2 UU PT), pembubaran perusahaan
biasanya diatur dalam anggaran dasar dengan alasan karena putusan pengadilan,
habisnya jangka waktu, pailit, dicabutnya izin usaha, keputusan RUPS oleh
karena sebab yang jelas dll. Pembubaran
tanpa sebab yang jelas dan transparan tentu tidaklah wajar. Pembubaran harus
didahului dengan suatu audit investigative baik dari segi financial maupun
hukum, hingga ditemukan suatu alasan yang jelas dan masuk akal sebagi dasar
pembubaran, yang kemudian diikuti dengan proses likuidasi. Terlebih lagi Petral
adalah anak perusahaan BUMN. Pembubaran Petral nampak dilakukan dengan logika
terbalik, bubarkan dulu baru dilakukan financial audit dan legal duedeligent,
sehingga langkah itu tidak menjawab kegalaun masyarakat.
Pembubaran
Pembubaran
Perusahan adalah persoalan tehnis (corporate action) yang mudah dilakukan. Di
Indonesia kita tinggal buka bab X, pasal
142 sd 152, UU PT No. 40 tahun 2007, Pada bab tentang pembubaran secara
sukarela berdasar RUPS dan likuidasi. Dari kacamata hukum perusahaan dan UU
Migas 2001, Petral merupakan Bentuk Usaha Tetap (BUT) (permanent
establishment), yakni suatu bentuk
usaha atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, sehingga pembubarannya dilakukan di tempat Petral didirikan dan menundukkan
diri.
Jika pembubaran harus di lakukan di
Hongkong, pembubaran diatur di Hong Kong Companies Act Chapter 32, Gezet Number
L.N.
163 of 2013; E.R. 1 of 2014, yang mengatur tentang Companies
(Winding Up and Miscellaneous Provisions) Ordinance. Begitupun jika harus
dilakukan di Singapura, dari kaca
mata hukum perusahaan di Singapura (Companies Act 1966), Petral digolongkan
sebagai perusahaan asing (Foreign Company). Diatur dalam Companies Act Division 2,
pasal 365 sd 386 dan pembubarannya di atur dalam Part X, Division 3 tentang winding
up, dan jika pembubarannya secara sukarela maka di atur dalam pasal 247, tentang voluntary winding up.
Namun
yang terpenting bagi masyarakat tentu bukan soal pembubaran itu sendiri, kuatnya
niat pembubaran justru menimbulkan
pertanyaan. Bukankankan selama ini Pertamina menilai Petral tidak ada masalah
dan tidak pernah dipermasalahkan. Mengapa terhadap perusahaan yang teraudit
baik dan menguntungkan harus dibubarkan ?. Bukankah hakekat dari setiap
pendirian perusahaan adalah untuk mencari untung ?. Kuatnya desakan pembubaran
ini justru menimbulkan kecurigaan, jangan-jangan pembubaran ini justru
bermotive untuk segera mengubur semua kebobrokan Petral, menghilangkan bukti bukti dan mengaburkan polemik praktek busuk mafia
migas yang melibatkan oknum-oknum penguasa dari setiap rezim.
Karena pembubaran telah diumumkan tanpa alasan dan sebab yang
jelas dan transparan, maka masyarakat tidak boleh tinggal diam. Harus segera
menyiapkan suatu “petisi ketidak percayaan”
terhadap pembubaran itu sebelum dilakukan investigasi oleh aparat hukum dan BPK
secara mendalam yang merekomendasikan pembubaran itu. Serta mendesak kepada Aparat
Hukum berdasarkan informasi yang berkembang di masyarakat dan media masa,
kemudian untuk kepentingan umum menggunakan kewenangannya melakukan
penyelidikan berdasar Undang-undang.
Langkah penyelidikan juga bisa dimulai berdasarkan pasal 138 ayat (1) UU PT, tentang
Pemeriksaan Terhadap Perseroan. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
tujuan untuk mendapatkan data dalam hal terdapat dugaan bahwa Perseroan atau
direksi atau komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan perseroan.
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dilakukan dengan mengajukan permohonan secara
tertulis beserta alasannya ke pengadilan Negeri. Permohonan itu sesuai pasal
138 ayat (3) c, dapat diajukan oleh Kejaksaan untuk kepentingan umum, setelah melalui
prosedur tertentu.
Masyarakat tentu dibuat gemas demi melihat
dahsyatnya berita miring tentang Petral namun
tidak pernah ada tindakan hukum yang konkrit. Mengapa tidak dilakukan pembenahan dan tindakan hukum yang
tegas secara transparan. Inisiatif penyelesaian yang transparan
oleh Pertamina dengen opsi utama pembenahan lebih penting daripada pembubaran Petral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar