Mengawasi
Lifting Migas
Oleh
Junaidi Albab Setiawan, Pengamat dan
Praktisi Hukum Migas
Salah
satu tugas Tim Reformasi Tata Kelola Migas
adalah merevisi tata kelola migas sejak dari hulu hingga hilir. Selama ini,
untuk urusan hulu pemerintah selaku pemegang kuasa pertambangan mempercayakan
kepada SKK migas. SKK migas adalah
pengganti sementara dari BP migas yang dibubarkan oleh MK. Sedang di hilir
pemerintah mempercayakan kepada BPH
migas.
Sudah
lama kegiatan migas baik di hulu maupun hilir mengalami masalah akut yang
terbukti tidak satu rezimpun mampu mengatasinya. Sehingga migas bukan lagi menjadi
anugerah bagi seluruh rakyat, melainkan sekelompok saja. Selama ini rakyat
diposisikan untuk menanggung kebobrokan pengelolaan dan membersihkan sampah dari pesta pora para mafia
dan menanggung biayanya berupa harga BBM yang tinggi.
Pemerintah
seperti enggan melakukan perbaikan dan sengaja membuat sistem tata kelola hulu yang
rentan KKN. Maka lifting sebagai inti kegiatan hulu harus segera diberikan
perhatian khusus, karena penyelenggaraan lifting yang kurang profesional dan
kurang transparan akan menyuburkan penyelewengan.
Lifting
Penerimaan
negara dari migas sangat tergantung kepada lifting. Maka pengawasan lifting sejak pemilihan perusahaan penjual
minyak (trader) hingga pelaksanaannya menjadi penting. Sebagaimana telah diungkap
oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kebocoran lifting tetap terjadi
sekalipun menteri ESDM telah membangun Sistem Monitoring Lifting Minyak dan Gas
Bumi (SMLM) untuk mengawasi produksi dan lifting migas yang dihasilkan oleh
Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) secara transparan, akurat dan mutakhir. Ditambah lagi dengan pengawasan oleh SKK
migas melalui Crude Oil Monitoring
Lifting and Entitlement (COMLE), serta syarat adanya surat jalan penyerahan, Sertifikat
jumlah muatan, dan Sertifikat mutu, sebagai syarat lifting dari SKK migas.
Menurut
SKK migas, saat ini pihaknya mengawasi 237 titik lifting, tempat dimana Kontraktor
menyerahkan migas bagian negara kepada negara dan sekaligus menjadi titik serah
Custody Transfer Point (CTP) dimana negara menyerahkan minyak kepada
trader.
Trader
yang berhak mengikuti lelang terdiri perusahaan dalam dan luar negeri yang terdaftar
di SKK Migas (registered bidder) sesuai Pedoman Penunjukan Penjual Minyak
Mentah Bagian Negara KPTS 20/BP00000/2003-SO tanggal 15 April 2003 (KPTS-20). Hingga september 2013 ada 23 trader telah
terdaftar. Namun ironisnya hingga akhir tahun 2013, SKK migas tidak mampu menyajikan
profil lengkap registered bidder ini secara transparan kepada publik. Sehingga
informasi siapakah mereka dan bagaimana
reputasinya di bidang penjualan minyak menjadi sulit diakses. Maka tidak aneh
jika SKK migas sulit menjelaskan kepada KPK, apa dan siapa Karnel Oil, Fossus
Energy Ltd, Forteks Thailand Co Ltd, World Petrolium Energy, dll.
Lemah data ini merupakan celah penyelundupan hukum. Salah
satu caranya adalah membuat perusahaan “jadi jadian”
yang bertujuan khusus untuk ikut lelang (Special purpose vehicle). Perusahaan ini biasanya didirikan di luar negeri oleh orang atau perusahaan dalam satu sindikasi
dengan tujuan untuk mendominasi lelang. Akibatnya lelang dikuasai oleh orang
atau korporasi yang sama untuk bersekongkol menciptakan persaingan semu dan
akibatnya negara sulit menemukan harga tertinggi.
Selain itu, lifting biasanya terjadi di tempat yang sulit
dijangkau, padahal pengawasan terhadap akurasi volume lifting menjadi sangat
menentukan untuk menghindari “permainan”. Karena kuantitas tercatat akan menjadi ukuran perhitungan
prosentase bagi-hasil
sementara antara Kontraktor
dengan negara sesuai Production Sharing
Contract (PSC).
Prosentase ini dihitung dengan menggunakan data asumsi perkiraan produksi dari Kontraktor dan mengacu pula kepada Indonesian crude price
(ICP) dari Kementerian ESDM, serta asumsi biaya berdasarkan rencana kerja dan
anggaran Kontraktor (Work Program and
Budget) yang telah disetujui SKK Migas.
Karena prosentase bagi hasil sementara akan digunakan untuk
menghitung volume minyak bagian negara ditahun berjalan, maka audit untuk memastikan
validitas dan akurasi data pendukung
dalam membandingkan rencana dibanding fakta, mutlak dilakukan. Terlebih jika
terjadi joint lifting dimana minyak bagian negara dan bagian kontraktor dijual bersama.
Pada mekanisme ini bagian negara beresiko menjadi lebih kecil.
Kelemahan Lelang
Lifting dimulai dari lelang penunjukan trader. Lelang oleh
SKK migas kurang memperhatikan prinsip dan etika lelang. Hingga kini SKK Migas
masih menggunakan cara lelang warisan BP Migas, dimana bidder melakukan penawaran
melalui faximile. Metode kuno ini sangat rentan KKN. Harga penawar yang sudah
masuk, mudah dibocorkan kepada bidder yang telah berkolusi. Atau bidder yang
tidak dikehendaki dipersulit mengirimkan penawaran. Entah disengaja atau tidak,
dizaman serba computer ini, sistem yang menyuburkan KKN ini justru dipilih oleh
SKK migas. Untuk meningkatkan
akutabilitas, transparansi dan fairness, SKK migas harus segera menerapkan e-procurement.
KPTS-20 mengatur 2 jenis lelang, yakni Pelelangan terbatas
dan penunjukan langsung. Pelelangan terbatas dimulai dari pengiriman undangan
lelang yang disertai general term and contract
kepada bidder list terdaftar. Dihari yang ditentukan para bidder yang
diundang diminta mengirimkan penawaran melalui faximili. Penawar tertinggi yang memenuhi syarat akan diberi award sebagai
pemenang lelang dan selanjutnya menandatangani seller appointment sales agreement
(SASA) dan memenuhisyaratan pembayaran ke rekening negara.
Cara lelang ini menyuburkan KKN. Bidder terdaftar yang diundang tidak tahu siapa saja yang
diundang. Kalaulah diundang, bidder juga tidak tahu siapa pemenangnya dan berapa
penawarannya. Metode ini tidak adil dan sulit diukur (unfair and lack accountability).
Penyelenggara mudah memainkan lelang, misalnya
undangan lelang dan pemenangnya diatur
hanya kepada yang dikehendaki.
Sedang Penunjukan
langsung terjadi jika lelang
terbatas gagal dilakukan atau terdapat alasan
cukup menyangkut kepentingan negara, sehingga tidak mudah dilakukan. Penunjukan
langsung ini mudah disalahgunakan dengan alasan pembenar yang tidak memenuhi
syarat. Alasan pembenar yang sering dipakai dalam rapat shipping coordination
(shipcord) yang diikuti oleh SKK migas, PERTAMINA dan Kontraktor, adalah ketidak
mampuan kilang PERTAMINA menyerap minyak bagian negara karena maintenance rutin dan over supply yang dapat menyebabkan
tank top (melebihi kapasitas tanki). Alasan tersebut kemudian ditegaskan dalam
berita acara shipcord untuk kemudian
menjadi pengabsah penunjukan langsung. Alasan itu sesungguhnya bukanlah alasan
krusial sehingga tidak cukup menjadi dasar penunjukan langsung.
Beberapa catatan di atas adalah bahan bagi Tim Reformasi
tata kelola migas dalam mengawali tugasnya dan mengkompilasi berbagai
permasalahan hulu dan hilir migas yang
selama ini menjadi sarang mafia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar